![]() |
Saya dan Samo |
Perjumpaan saya dengan Samo kemarin sore, membuat saya teringat akan masa kecil. Tentang hari-hari yang telah lewat, tentang nostalgia di tempat saya bertumbuh, yaitu Kelurahan Patrang, di pinggiran kota kecil Jember.
Dulu, setiap kali ada perlombaan apapun di desa kami, Samo selalu berhasil menjadi yang ter-mbois. Mulai dari lomba maraton keliling Taman Makam Pahlawan Patrang (tournament legendaris yang kini tinggal cerita), BMX, hingga lomba kintir-kintiran di kali bedadung.
Samo memang jasik, hampir dalam segala hal yang sifatnya petualangan, dia tak terkalahkan. Ya, dia tumbuh sebagai jagoan. Padahal, hampir seluruh proses hidupnya dilalui dengan cara melawan teori. Misal, makan tanpa cuci tangan, tidur hanya beralas tikar yang langsung berhubungan dengan tanah dengan ruang jendela terbuka tak berkaca, mengkonsumsi air mentah di sumur yang mepet dengan rel kereta dan selokan, dan masih banyak lagi.
Semuanya hanya membuat Samo justru tumbuh semakin kuat. Aneh memang, tapi itulah Samo.
Masa kecil Samo dilalui dengan berjualan pisang goreng, dan beberapa jajanan goreng lainnya. Konsumennya orang-orang Perumnas. Saya adalah yang paling sering menemaninya berjualan. Masuk dari satu gang ke gang, sambil berteriak, "Dang goreeeeeng.."
Hehe.. masa kecil yang manis.
Saya biasa memanggil Ibunya Samo (Almarhumah) dengan panggilan 'Yu.' Lebih lengkapnya lagi, Yu Karim, karena anak pertama Yu Karim namanya Karim. Biasanya orang nusantara di beberapa tempat lebih senang menyebut nama daging (nama anak pertama) dalam pergaulan sehari-hari.
Selain Cak Karim, Samo masih memiliki saudara lagi, namanya Cak Rahman. Cak Rahman meninggal dunia hampir dua tahun yang lalu, disebabkan sakit. Jadi, Samo adalah anak bungsu.
Saudara Sepersusuan
Pada saat saya baru lahir, Ibuk tidak lama memberikan ASI oleh sebab beliau sakit-sakitan di masa paska melahirkan. Jadi, Ibuk hanya sempat beberapa hari memberikan ASI terbaiknya. Saya pikir masuk akal juga. Terbukti, dalam hal prestasi yang diukur dengan angka-angka, saya tidak pernah ranking. Untuk banyak hal, proses belajar saya cenderung sangat lambat. Sungguh jauh berbeda dengan kawan-kawan yang lain.
Konon kabarnya, setiap hari saya diantar ke Yu Karim untuk mendapatkan asupan ASI. Waktu itu Samo sudah lebih dahulu bertumbuh dan sudah bisa diberi asupan pendamping berupa air tajin dan bubur. Jadi, saya dan Samo adalah saudara sepersusuan.
Ketika saya tanyakan ke Bapak tentang kebenaran kabar ini, beliau membantahnya. Ya, beliau satu-satunya yang membantah, sedangkan yang lain mengiyakan. Entahlah mana yang benar, buat saya itu tidak penting.
Terlepas dari itu semua, saya dan Samo selalu menjaga tali silaturrahmi meski jarang berjumpa.
Kini Samo hidup bahagia bersama istrinya, si Wiwik (juga teman masa kecil namun lebih muda) dan dua anaknya, Nina & Putra. Sehari-hari tak lagi dilaluinya dengan berteriak dang goreng. Beda lagi sekarang, Samo lebih senang meneriakkan nama-nama Terminal di Jember karena dia adalah supir Lin dengan trayek Tawang Alun - Arjasa.
Bagaimana dengan masa kecil anda? Apakah anda juga memiliki sahabat jagoan? Mari kita berbagi kisah meski hanya beberapa kata.
Salam