Quantcast
Channel: acacicu
Viewing all articles
Browse latest Browse all 205

Ternyata Sudah Berteman di Facebook

$
0
0
Semalam panaongan rame, lebih rame dari biasanya. Selain kehadiran kawan-kawan muda yang sedang resah menunggu pengumuman kelulusan, ada dua kawan lagi yang datang. Cowok cewek. Yang cowok kelahiran Bondowoso (saya lupa namanya), sedangkan yang cewek rumahnya di Jember. Dia bernama Manda. Mereka sama-sama dari Persma Ecpose Fakultas Ekonomi UJ, hanya beda tingkat saja. Manda semester delapan, temannya beberapa tingkat di bawah Manda.

Imanda Dea Sabiella

Nyolong fotonya Manda via facebook

Berhubung Prit masih keluar, jadi hidangannya hanya secangkir kopi yang sudah dingin, untuk disruput rame-rame. Acara selanjutnya ngobrol. Eh, kenalan dulu ding.

Ternyata Manda dan temannya bermaksud hendak tanya-tanya seputar tamasya band. Akhirnya kita pun ngobrol. Sampai Prit datang dan stok kopi bertambah beberapa cangkir, acara ngobrol masih berlanjut. Dari yang tadinya ngobrol seputar tamasya band, melebar ke acara CLBK (Cangkruk'an Lewat Botol Kosong), lalu mblarah kemana-mana. Hmmm, itu memang kebiasaan buruk saya. Kalau sedang ngobrol, seringkali saya tidak fokus dengan satu tema.

Di detik-detik terakhir perbincangan, saya berkata pada Manda. "Nantilah kita sambung lagi obrolannya. Atau disambung di dunia maya. Kita kan belum berteman di facebook." Saya ngomong gitu mengikuti gaya obrolan kawan-kawan SMA-SMK.

"Kita sudah berteman di facebook kok Mas."

Wew.. mosok seh? batin saya. Eh, ternyata iya, saya sudah berteman dengan Imanda Dea Sabiella. Buktinya, saya nyolong tiga foto Manda dari akun facebooknya.

Yang Saya Renungkan

Dunia semakin modern, segalanya berhubungan dengan angka-angka. Di jaman ini, apa yang tidak bisa dihitung? Bahkan jumlah teman pun bisa dikalkulasi. Tapi, apa benar kita bisa menghitung jumlah teman kita?

Contoh kecil. Jika teman facebook kita berjumlah 4000 orang, maka kalkulasi algoritmanya (essih metao), jumlah teman kita adalah setengahnya. Masih dalam bentuk kisaran, tidak pasti. Artinya, matematika tidak bisa menjangkau beberapa hal.

Bisakah kita menghitung dedaunan di sekitar Manda?


Iya saya sependapat dengan kalimat ini. Mereka yang menguasai angka-angka memiliki potensi besar untuk menguasai dunia. Sayangnya, kata menguasai berbanding dengan kata dikuasai.

Berbahagialah mereka yang senang dengan sejarah. Sebab di bidang ini, antara angka dan kata kedudukannya setara. Angka sebagai penanda, kata sebagai penyampai tanda-tanda. Logikanya, jika kita bisa menjinakkan keduanya, maka kita akan berpotensi untuk mengerti cara memeluk kebahagiaan.

Sudah Lama Saya Merenungkan Ini

Dulu, ketika saya dan Brade Mungki menghabiskan hari-hari di warung Buk Sahi (Jalan Jawa - Jember), kita senang bermain angka. Aturan mainnya sederhana sekali. Selama nongkrong di bangku depan warung yang berbatas dengan trotoar jalan, setiap kali ada yang menyapa, kita menghitungnya. Siapa yang paling banyak disapa, dialah pemenangnya.

Kami menamai permainan konyol ini dengan nama dulinan akeh-akehan konco. Siapa yang paling sedikit temannya, dialah yang membayar kopinya. Hehe, ini judi kecil-kecilan namanya. Kabar baiknya, permainan ini tidak lestari.

Nah, perenungan saya berangkat dari sana. Sampai sekarang, ketika saya cangkruk'an di tempat yang ramai, saya selalu memikirkan itu. Berapa jumlah teman kita? Berapa jumlah teman yang dijatah oleh Tuhan untuk kita? Jawabannya, teman kita tidak banyak.

Ketika saya nongkrong di pinggir jalan, dari sekian banyak orang yang berlalu lalang setiap menitnya, belum tentu ada yang menyapa saya dalam satu menit, sepuluh menit, atau bahkan satu jam. Apalagi jika kita ada di teritorial yang asing.

Semua itu mengingatkan saya pada lirik lagu ciptaan Sunan Bonang yang berjudul Tombo Ati. Begini liriknya: Tombo ati iku limo perkarane. Kaping pisan moco Qur’an lan maknane. Kaping pindo sholat wengi lakonono. Kaping telu wong kang sholeh kumpulono. Kaping papat kudu weteng ingkang luwe. Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe. Salah sawijine sopo bisa ngelakoni. Mugi-mugi gusti Allah nyembadani.

Wong Kang Sholeh Kumpulono

Apa ya maksud dari lirik 'kaping telu wong kang sholeh kumpulono?' Apakah kita harus berkumpul dengan orang yang bernama Sholeh? Kalau hanya itu, selesai sudah tudas saya. Sebab saya punya sahabat bernama Sholeh Akbar.

Apakah kita harus berkumpul dengan orang-orang yang selalu bersurban? Bisa jadi begitu. Tapi saya yakin, ini bukan hanya tentang style. Dulu, Abu Lahab juga bersurban.

Hmmm, sekarang saya mengerti. Wong kang sholeh kumpulono, artinya kira-kira begini. Tidak ada salahnya mengukur kebahagiaan hidup ini dengan jumlah teman yang banyak (kuantitas). Tapi memiliki sedikit teman yang berkualitas luar dalam (tidak menyesatkan, tidak khianat, dan lain-lain), itu jauh lebih baik.

Kembali ke Imanda Dea Sabiella

Walah, saya nyar-nglanyar lagi. Dari Manda hingga ke Sunan Bonang, lalu Abu Lahab. Tapi memang nyambung juga sih. Kan renungan-renungan itu dimulai dari omongan Manda yang begini, "Kita sudah berteman di facebook kok Mas."

Oke Manda, terima kasih inspirasinya. Oh iya hampir lupa. Lain kali kalau makan mie lagi, towo-towo yo.. Ojok dipangan dewe..

Hmmm.. nggarai ngiler ae reeek!

Sahabat blogger, ada yang pengen mie? Silahkan minta sendiri ke Manda, heee.. Salam mie mawut!

Viewing all articles
Browse latest Browse all 205