Quantcast
Channel: acacicu
Viewing all articles
Browse latest Browse all 205

Ketika Saya Berusia 23 Tahun

$
0
0
Ketika berusia 23 tahun, saya masih belum mengenal dunia maya, apalagi dunia blog. Hmmm, tapi saya tidak hendak menuliskan tentang sejarah blog. Maaf. Yang ingin saya tuliskan adalah tentang apa saja yang telah saya lakukan ketika masih berusia 23 tahun.

Untuk bicara sejarah yang telah lewat, kita butuh penanda. Dan ketika saya berusia 23 tahun, ditandai dengan diakuisisinya blogger dotkom (milik PyraLab) oleh google dotkom. Di rentang waktu yang sama, Indonesia sedang berduka oleh serentetan tragedi bom. Salah satunya adalah tragedi bom Bali.

Ketika saya berusia 23 tahun, tuan rumah Piala Dunia adalah Korea Selatan dan Jepang. Ini menarik, sebab untuk pertama kalinya Piala Dunia FIFA dilangsungkan di luar Benua Amerika dan Eropa.

Euforia sepak bola juga dirasakan oleh warga kota kecil Jember. Saat itu, kesebelasan PERSID Jember berhasil menjadi juara Kompetisi Divisi II PSSI.

Ada Apa Dengan Cinta

Di ujung usia 22 tahun, telah dirilis sebuah film dalam negeri yang berjudul Ada Apa Dengan Cinta. Sangat sulit mendapatkan CD film ini dengan cepat jika kita tinggal di kota kecil. Pilihannya hanya ada tiga. Menunggu AADC diputar di bioskop, setia menanti VCD original, dan atau membeli VCD bajakan yang harganya cuma lima ribu. Dan (maaf) pilihan jatuh pada yang terakhir.

Saya nonton AADC rame-rame di usia 23 tahun. Padahal film yang dirilis pertama kali pada satu bulan sebelum saya berusia 23 tahun, hehe. Tentang bagaimana suasana ketika nonton AADC, pernah saya tuliskan di sini.

Menghayati Peran Sebagai MAPALA

Ketika saya berusia 23 tahun, di saat kawan-kawan seangkatan sudah mulai mengurusi surat-surat perlengkapan untuk wisuda, atau setidaknya sedang bergelut dengan skripsi, saya tidak. Bahkan sekedar menjalani program KKN pun belum saya lakukan. Ini bukan karena saya seorang MAPALA, tapi karena saya memang malas kuliah sejak semester pertama.

Kelak, akhirnya saya lulus juga. Menjalani studi selama delapan tahun (tanpa terminal) di Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Sejarah - UJ.

Ketika berusia 23 tahun, saya pernah membuat taman bunga di berbagai sudut Fakultas Sastra. Ini menyebabkan hubungan saya dengan orang-orang kelas bawah (di kampus) menjadi mesra. Ya, saya bersahabat dengan Pak Busar, Almarhum Lik Satiman, Jaenuri, dan masih banyak lagi. Bahkan pengemis dan pemulung yang biasa melintas di kampus, juga saya kenal dengan baik.

Berbeda dengan orang-orang di arus bawah, mereka yang bekerja dari balik meja cenderung menganggap saya aneh. Mungkin mereka berpikir, "Ini anak PA atau orang gila ya?"

Ketika berusia 23 tahun, hari-hari saya lewati di sekretariat SWAPENKA. Di sini saya berkebun, memasak, membuat kopi, melewati malam-malam bersama api unggun, menguras kolam ikan, berbincang dengan sesama pencinta alam, dengan para seniman muda, dengan kawan-kawan persma, dan masih berderet aktifitas lagi.

Api Unggun Yang Bertahan Selama Sembilan Malam

Ada hal sepele yang sampai sekarang membuat saya tersenyum jika mengingatnya. Ya, tentang api unggun yang saya buat, saya pelihara nyalanya, dan api unggun tersebut bertahan hingga sembilan malam. Itu saya lakukan ketika saya berusia 23 tahun.

Api unggun ini melewati berkali-kali hujan deras, karena saat itu memang sedang musim hujan. Saya menutupnya dengan dedaunan, ilalang liar yang saya cerabut dari akarnya, dan kadang saya tutup dengan bertumpuk-tumpuk rumput basah. Berhasil, dedaunan itu sukses menyelamatkan bara api. Ketika hujan reda, saya segera menyelamatkan bara tersebut dengan ranting-ranting kayu kecil yang masih kering.

Jangan tanyakan kenapa saya melakukan itu. Terus terang saja, saya sendiri tidak tahu kenapa. Mungkin, saya hanya bersenang-senang menikmati kesendirian dan suasana yang sepi. Ya, waktu itu sedang libur Idul Fitri. Tidak ada siapapun di kampus bumi Tegal Boto selain saya dan para Satpam yang sedang piket. Ohya, masih ada ding spesies yang seperti saya. Dialah Yosa, pencinta alam sejati asal MAPALUS - FISIP UJ.

Kelak, ketika saya telah mengenal Prit Apikecil, saya mengulang kembali membuat api unggun. Bertahan delapan hari tujuh malam.

Berkumpul Dengan Orang-orang 'Gila'

Kadang saya berpikir, kenapa Tuhan selalu memperkenalkan saya dengan orang-orang gila? Gila gagasannya, gila pula dalam mewujudkan gagasan. Mereka adalah orang-orang yang setia dalam kata dan perbuatan. Apa yang mereka katakan, itulah yang mereka lakukan. Di jaman yang seperti ini, bukankah itu gila?

Muhammad Ali Majedi

Salah seorang yang saya kenal, yang senang melakukan apa yang dikatakan dan senang mengatakan apa yang dilakukan, dia bernama Muhammad Ali Majedi. Kelak, motto hidupnya saya adopsi untuk menikmati hidup lebih maknyoss. Tentang setia pada proses, dan tentang makna kata dan perbuatan.

Bersama Muhammad Ali Majedi, saya pernah menggagas lahirnya forum diskusi seni dan alam. Model cangkruk'an tersebut bernama Panggung 15, sebab dilaksanakan di panggung terbuka FSUJ setiap bulan purnama. Sayang sekali, di tahun kedua perjalananya, forum diskusi ini menjadi semakin besar dan semakin mudah tertiup angin. Akhirnya vakum dan hanya menjadi tinggal cerita.

Masih banyak kawan-kawan lain yang tak kalah gila dengan Forrest Gump. Bersama mereka, saya sering melakukan perjalanan-perjalanan yang sungguh gila (dalam arti yang sebenar-benarnya). Jreeeng, tiba-tiba sudah ada di Jogja, tanpa persiapan apapun, dan hanya mengenakan celana pendek plus baju barong saja. Jreeeng, tiba-tiba saya sudah ada di puncak Mahameru, tanpa mengindahkan manajemen ekspedisi. Dan masih banyak jreng-jreng yang lain.

Hmmm, di usia 23 tahun, ternyata saya gila. Pantas jika dulu banyak orang yang memandang saya dengan sebelah mata. Dan sisi positif yang bisa saya petik, saya menjadi tahu bahwa terkadang dipandang sebelah mata itu keren.

Sudah ya. Sekarang waktunya bagi saya membuat tulisan khusus untuk Mbak Ayu Citraningtias.

Cerita Dimulai Pada 3 Juni

Hai Ning Aiyu..

Maafkan saya yang mak bedunduk (tiba-tiba) ikut giveaway ini meski sebelumnya kita tak pernah berkomunikasi di dunia maya. Maaf dan salam kenal, hehe.

Saya rasa, saya memang harus mengikuti giveaway ini. Sebab antara saya dan angka 23, itu seperti roda kiri dan roda kanan kereta api. Selalu seiring sejalan, berputar dan berhenti bersama-sama, meski tak sekalipun pernah saling berpelukan.

Ya, saya lahir saat kalender menunjukkan angka 23. Ketika membuat sebuah band indie, saya memilih 23 September 2007 sebagai penanda lahirnya tamasya band. Ada 23 lain yang sengaja saya pahat, hanya karena saya suka dengan angka ini. Ketika ada giveaway dengan tema 23, bagaimana mungkin saya bisa menahan diri untuk tidak turut menyemarakkannya?

Ning Aiyu..

Saya juga punya sekelumit kisah yang dimulai pada 3 Juni (di hari lahir Ning Aiyu). Waktu itu 3 Juni 2011. Saya memulai perjalanan dengan mengayuh sepeda BMX. Start dari rumah (Jember) menuju 12 kota, mengelilingi Pulau Madura, mampir di dua pulau kecil (Mandangin, pulau buangan untuk penderita kusta, dan satu lagi adalah Pulau Talangoh). Pulangnya bergerak memutar. Menyeberang dari Pelabuhan Kalianget menuju Pelabuhan Jangkar - Situbondo, dan kembali mengayuh menuju Jember, membelah kota tape Bondowoso.

Jangan tanya managemen ekspedisi apa yang telah saya persiapkan. Tidak ada. Bahkan uangpun tidak (pada akhirnya saya tahu, Prit apikecil menyelipkan selembar uang 50.000 di slempitan dompet).

Dalam perjalanan itu, saya bertemu dengan banyak sekali orang-orang baik, dan segelintir orang tidak baik.

Apa alasan saya melakukan perjalanan itu? Apakah saya sedang ingin membuktikan bahwa uang bukanlah segala-galanya, bukan harta kekayaan, dan hanya sekedar alat tukar dan bukti kepemilikan saja? Tidak, bukan itu. Perjalanan tersebut lahir oleh sebuah kesadaran. Sebentar lagi saya menikah (15 November 2011). Saya rasa, kegilaan harus dihentikan dengan kegilaan pula. Itulah sebabnya saya berpetualang, dimulai dari kayuhan pertama, 3 Juni 2011.

Saya dan Apikecil

Inilah saya sekarang, seorang lelaki tak seberapa tampan yang beristrikan apikecil.

Apakah saya menyesal sebab setelah saya menikah, hari-hari menjadi tidak sama lagi? Tentu saja tidak. Saya manusia biasa yang sangat butuh dibatasi, itulah sebabnya saya menikah. Di luar sana, banyak orang salah arah hanya karena melampaui batas. Ah, seandainya mereka mengerti batas-batasnya sendiri, alangkah merdunya hidup ini.

Ning Aiyu, selamat hari lahir yang ke 23 ya. Senang rasanya bisa turut menyemarakkan giveaway yang keren ini. Sebab rasa-rasanya, saya juga jatuh cinta pada angka 23 dan sebuah hari bertanda 3 Juni.

Sebagai penutup, ada sebuah rahasia kecil yang hendak saya bagikan di sini. Ternyata pernikahan tidak berhasil membungkam saya untuk tidak lagi berpetualang. Saya tetap berpetualang. Dengan destinasi yang masih sama alias tidak tertebak dan tidak direncanakan, dan tentu saja kali ini tidak sendirian. Ada Apikecil yang setia menemani langkah-langkah saya.

Aduh, kenapa tulisan ini panjang sekali? Maaf ya Ning Aiyu. Pokoknya, selamat berbahagia. Segala doa terbaik untuk Ning Aiyu.

Salam 23!

23 Tahun giveaway


Viewing all articles
Browse latest Browse all 205