Ketika berbicara tentang karya peninggalan leluhur bernama seni tradisional wayang, kita dihadapkan pada begitu banyak karakter. Bayangkan, jumlah Kurawa saja seratus. Masing-masing memiliki nama dan karakternya sendiri. Dan kesemuanya mewakili sifat buruk yang dimiliki manusia.
Belum lagi tentang wayang itu sendiri. Ada beberapa jenis wayang di negeri ini, mulai dari wayang beber, wayang golek, wayang suluh, wayang suket (untuk mainan anak, tidak untuk dipentaskan), wayang wahyu, wayang kulit, hingga wayang orang.
Kali ini saya hendak menuliskan kisah wayang secara umum, untuk saya ikutkan di
2nd Giveaway Mbak Enny Mamito. Dan artikel yang saya pilih berjudul
wayang kulit.
Begini. Terus terang saja saya bukan penggemar berat wayang. Namun saya memiliki banyak sahabat (di Jember) yang mencintai seni tradisi yang satu ini. Salah satunya adalah teman saya yang bernama Windi.
Lha kok
ndilalah, baru beberapa hari yang lalu Windi mendongengi saya seputar lakon-lakon wayang, sedari pukul tiga sore hingga pukul delapan malam. Jeda hanya saya gunakan untuk shalat dan nyruput kopi.
Manusia Pertama Yang Turun ke Bumi Versi PewayanganBersama Windi, dongeng pewayangan terasa sangat mudah untuk saya pahami. Dia memulai cerita dari kisah manusia pertama di dunia pewayangan yang turun ke bumi. Dialah Togog dan Semar, dua saudara kandung yang dikisahkan lewat cerita carangan. Carangan sendiri adalah lakon di luar pakem Mahabharata, diciptakan oleh pujangga Jawa.
Turunnya Togog dan Semar ke muka bumi disebabkan oleh ketamakan mereka untuk menguasai alam raya. Tadinya mereka adalah tiga bersaudara, Togog (saudara paling tua), Semar (saudara nomor dua), dan si bungsu Betara Guru. Mereka bertiga diuji untuk menelan gunung Jamur Dipa.
Gunung Jamur Dipa sendiri divisualkan berbentuk gunung terbalik. Jadi kaki gunungnya lancip, puncaknya melebar. Waktu itu, Togog terlalu bernafsu dengan menelannya sekaligus sehingga bibirnya robek. Sedangkan Semar, dia
ngrikiti gunung dari pinggir-pinggirnya, tapi menghabiskan banyak
krikitan. Dampaknya, perutnya tidak bisa menampung gunung Jamur Dipa, mengakibatkan perutnya membuncit dan tidak bisa kentut (ini cikal bakal ilmu Semar Ngentut). Satu-satunya yang tidak begitu bernafsu adalah Betara Guru. Hanya saja tangannya
'ngrawuk-ngrawuk' tanah gunung Jamur Dipa sehingga tangannya kemudian menjadi enam.
Dari kisah tersebut, Togog dan Semar diturunkan ke bumi, sedangkan Betara Guru dipasrahi tahta kahyangan karena dianggap paling tidak tamak atau paling sedikit dosanya.
Hukuman untuk Togog dan Semar selain diturunkan ke muka bumi, mereka memiliki bentuk rupa yang buruk. Togog dengan bibirnya yang sobek, sedangkan Semar perutnya buncit. Selain itu, mereka berdua diberi peran yang berbeda. Togog diutus untuk mengasuh para ksatria antagonis, Semar mengasuh ksatria protagonis.
Cerita selanjutnya, Togog dan Semar merasa kesepian. Di dunia yang luas ini, Togog dan Semar harus berpisah. Jadilah mereka mengisis hari-hari dengan kesendirian. Karena merasa sendiri, keduanya menangis (di tempat yang berbeda).
Ketika Semar menangis, dia dihampiri oleh Bapaknya yang turun dari kahyangan. Beliau bertanya kenapa Semar menangis. Dijawablah pertanyaan itu,
"Saya merasa kesepian karena ternyata dunia begitu luas.""Baiklah, kau akan kuberi teman. Tapi sebelum itu, jawab dulu pertanyaanku," Kata sang Bapak. Semar mengiyakan. Lalu sang Bapak bertanya,
"teman seperti apa yang engkau inginan?""Saya ingin teman yang setia," jawab Semar. Lalu Bapaknya kembali bertanya.
"Teman yang paling setia itu menurutmu apa?" Sekali lagi Semar menjawab pertanyaan Bapaknya.
"Bayangan." Seketika itu pula bayangan Semar berubah menjadi sosok manusia yang dikenal dengan nama Bagong.
Sementara, di tempat yang berbeda, Togog juga menangis. Tangisannya berhasil mengundang kehadiran sang Bapak. Sama seperti ketika menghadapi Semar, beliau juga menanyakan hal yang sama. Dan Togog menjawabnya seirama dengan jawaban Semar.
"Saya ingin memiliki teman yang paling mengerti saya." Itu kata-kata yang meluncur dari mulut Togog kepada Bapaknya.
"Apa yang paling mengerti dirimu?" Bertanya lagi sang Bapak. Togog menjawabnya,
"nafsu saya."Seketika itu juga keluarlah sosok manusia dari dalam diri Togog yang kemudian dikenal sebagai Bilung.
Begitulah, dua sosok lain di muka bumi (dalam dunia pewayangan) selain Togog dan Semar. Mereka adalah Bagong dan Bilung.
Bagong adalah perlambang kesetiaan, dengan karakter polos, ceplas-ceplos, apa adanya, kadang di depan kadang di belakang, sama seperti sifat-sifat bayangan manusia. Sedangkan Bilung adalah karakter yang melambangkan ambisi dan nafsu.
Manusia berikutnya selain Togog, Semar, Bagong, dan Bilung adalah Petruk dan Nala Gareng. Keduanya bukan dari spesies manusia, melainkan dari bangsa jin. Ya, Petruk dan Nala Gareng adalah anak dari genderuwo.
Catatan:
Pada lakon-lakon yang lain, ada versi yang berbeda tentang cara Togog, Semar, dan Betara Guru memakan gunung Jamur Dipa. Namun esensinya tetaplah sama.Tentang manusia pertama (di dunia pewayangan) yang turun ke bumi (Togog dan Semar) hanya ada di pakem carangan Jawa.Lakon Purwa, Madya, dan PamungkasUntuk mempermudah pemahaman kita pada dunia wayang, kita harus mengerti babakan cerita. Jadi menurut teman saya, kisah-kisah pewayangan terdiri dari tiga babakan, yaitu; Wayang Purwa, Wayang Madya, dan Wayang Pamungkas atau akhir.
1. Wayang Purwa: Kisah pewayangan dimulai dari jaman Ramayana hingga selesainya perang Bharatayudha.
2. Wayang Madya: Cerita dimulai kembali dari setelah perang Bharatayudha sampai meninggalnya Pandawa (akhir pemerintahan Prabu Parikesit).
3. Wayang Pamungkas: Menceritakan tentang kisah keturunan Prabu Parikesit. Babak Pamungkas jarang sekali dipentaskan oleh para dalang, sehingga tidak banyak pencinta wayang yang mengerti ini.
Bagaimana dengan alur cerita Ramayana dan Mahabharata?
a. Ramayana: Bermula dari penculikan Dewi Shinta sampai pada penaklukan negara Alengka. Tujuannya untuk membebaskan Dewi Shinta dari Prabu Dasamuka.
b. Mahabarata: Cerita dimulai dari lahirnya Pandawa hingga perang Bhatarayudha.
Dalam tiga babak pewayangan tersebut, selalu ada tujuh tokoh yang dihadirkan, terkesan tidak pernah mati. Mereka adalah Togog, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Bilung, dan Anoman. Kenapa? Mungkin disebabkan mereka memiliki lakon yang sama yaitu sebagai tokoh cerita yang berkarakter 'mengingatkan.'
Wayang Itu Asli Mana?Saya tidak tahu kapan tepatnya epos Ramayana dan Mahabharata diciptakan. Beberapa sumber menyatakan bahwa epos Mahabharata dibuat pada era 1500 Sebelum Masehi. Sedangkan peristiwa perangnya diperkirakan terjadi pada 2000 tahun sebelumnya, atau 5000 tahun yang lalu.
Latar cerita dari Dinasti Rama sendiri digambarkan ada pada bagian utara India - Pakistan - Tibet hingga Asia Tengah. Menjadi menarik ketika dalam artikelnya, Mbak Enny menyebutkan bahwa wayang adalah seni tradisi asli Indonesia. Hal ini diperkuat oleh pendapat Bapak R. Gunawan Djajakusumah dalam bukunya (Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat) bahwa seni wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya dari pulau Jawa. Mungkin, jika yang dimaksud adalah wayang golek, saya akan segera mengangguk setuju.
Bagaimana jika tentang alur cerita wayang itu sendiri? Benarkah asli dari nusantara? Nah, khusus yang ini, masih bisa kita perbincangkan sambil sesekali
nyruput kopi.
Saya pernah membaca buku Atlantis hasil penelusuran seorang profesor asal Brazil, yaitu Prof. Arysio Santos. Dalam buku tersebut, beliau banyak menuliskan kisah-kisah yang lebih banyak dikupas dari masa hidup Plato (427 SM – 347 SM). Menurut Profesor Santos, sebelum jaman es, sudah ada peradaban manusia. Lalu, ketika setelah jaman es, banyak hasil-hasil peradaban (sebelumnya) yang tenggelam dan hilang. Dimulailah peradaban baru, mulai dari wilayah Mediteranian hingga pegunungan Andes di seberang pulau Atlantis.
Tenggelamnya pusat peradaban, mengakibatkan hanya mereka yang hidup di ketinggianlah yang bisa bertahan hidup untuk kemudian melanjutkan peradaban (baru). Nah, tempat-tempat yang tinggi ini disinyalir adalah gunung-gunung di nusantara (Jawa dan lain-lain).
Saat itu, segala jejak peradaban literasi sudah tenggelam. Orang-orang meneruskannya dengan bersenjatakan budaya tutur (dari mulut ke mulut).
Cerita selanjutnya.Jawa mulai bersentuhan dengan corak Hindu, yang disinyalir datang bersama para saudagar India. Bersamaan dengan itu, datang juga buku Ramayana dan Mahabharata ke Pulau Jawa. Tebakan Profesor Santos, keberadaan buku Ramayana dan Mahabharata di Jawa hanya sebagai pembanding saja, karena cerita yang sama dan lebih lengkap sudah ada di Jawa dalam bentuk pementasan wayang kulit.
Profesor Santos juga menuliskan bahwa sebenarnyalah agama Hindu, dan juga epos Ramayana Mahabharata datangnya dari nusantara. Ini dikarenakan dulunya India dan Indonesia adalah sebuah satu kesatuan (kerajaan maha luas) yang berpusat di Indonesia (diperkirakan sebagai Atlantis yang tenggelam di Palung Sunda, Laut China Selatan dan Laut Jawa). Itu adalah masa ketika pulau-pulau di Indonesia masih bersatu dengan benua Asia.
Teori di atas saya sisipkan di sini hanya sebagai perluasan imajinasi tentang nusantara tempo dulu. Mengenai benar tidaknya kesenian wayang asli Indonesia, saya tidak berani memastikan secara subyektif.
Sentuhan Sunan Kalijaga Pada PewayanganNah, sekarang saya ingin menuliskan kejeniusan Sunan Kalijaga dalam menggubah kisah pewayangan. Dengan satu tujuan, menjadikan tradisi wayang (yang sudah mengakar di masyarakat) sebagai media syi'ar Islam.
Begini. Di masa hidup Sunan Kalijaga (Sunan Kalijaga disinyalir lahir pada 1450 Masehi, dan memulai dakwahnya pada sekitar 1500 Masehi), waktu itu Pulau Jawa masih kental dengan corak Hindu. Bagaimana caranya memperkenalkan Islam pada masyarakat, namun tetap toleran pada budaya lokal masyarakat. Maksudnya, tidak sedikit-sedikit ngomong bid'ah. Maka Sunan Kalijaga memilih jalur seni budaya.
Sunan Kalijaga memulai sentuhannya pada wayang ketika menciptakan beberapa lakon carangan (lakon di luar pakem Mahabharata). Misal; Petruk Dadi Ratu dan Layang Jamus Kalimasada.
Petruk Dadi RatuDalam lakon ini, Sunan Kalijaga sedang memperkenalkan metode demokrasi. Bahwa setiap orang adalah setara. Dikisahkan dalam lakon tersebut, Petruk yang warga biasa (dari klan rakyat jelata) ternyata bisa menjadi ratu atau raja. Jika saja Sunan Kalijaga mengatakan hal ini secara blak-blakan tanpa melalui jalur seni, mungkin kisah syi'arnya akan terhenti sampai di sana, karena masyarakat mengalami kekagetan massal dan tidak menyukai sang sunan.
Layang Jamus KalimasadaIbaratnya wayang adalah cerita yang menimbulkan banyak misteri yang sering menggunakan kata-kata simbolis, maka dalam hal ini Sunan Kalijaga mencoba membuat lakon carangan sebagai tandingan lakon-lakon Jamus Kalimasada sebelumnya. Beliau berusaha menjabarkan, bahwa yang dimaksud dengan Jamus Kalimasada itu bukan jimat, tapi tuntunan bagaimana hidup di dunia, atau biasa disebut Hablum Minallah, Hablum Minan Naas, dan Hablum Minan 'Alam.
Lagi-lagi, Sunan Kalijaga berhasil memberi daya sentuh pada hal-hal yang akan sangat rawan jika didakwahkan secara langsung, tanpa melalui jalur seni.
Jadi, untuk hal-hal lain yang dulu dianggap jimat, coba dinalarkan oleh Sunan Kalijaga. Mulai dari jimat Jupuh Manik Astagina yang dijelaskan oleh beliau bahwa itu adalah rukun islam dan syahadat, hingga Layang Jamus Kalimasada.
Hal lain yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah tentang pembongkaran jati diri seorang Semar. Jadi, Semar itu diciptakan bukan sebagai sosok yang sempurna (Tuhan). Semar adalah sosok yang melambangkan bagaimana menjadi manusia yang sebenarnya. Simbol-simbol seperti kenapa tangan kiri Semar selalu ada di belakang, itu pertanda bahwa menjadi manusia tidak boleh sombong. Tangan kanan Semar selalu menunjuk ke atas, maksudnya agar kita sebagai manusia selalu mengingat pada Yang Di Atas.
Hebat, saya salut dengan kejeniusan Sunan Kalijaga.
Ketika Pihak Belanda Mengadopsi Cara-cara Sunan KalijagaSekarang saya ingin menuliskan kisah setelah era Sunan, yaitu masa penjajahan Belanda yang ada hubungannya dengan seni budaya wayang.
Hmmm, dimulai darimana ya? Ohya, sebelum fokus ke cara pandang Belanda terhadap wayang, akan saya tuliskan tentang masa dimana Mataram terpecah karena pengaruh Belanda.
Ketika Belanda menginjakkan kaki di bumi pertiwi, mereka senang menggunakan cara adu domba. Itu juga dialami oleh para dalang. Saat itu, para dalang terbagi menjadi dua. Dalang yang pro kolonial dan dalang yang pro tanah air.
Mereka yang pro kolonial adalah golongan kelompok dalang Ki Panjang Mas. Sedangkan mereka yang anti kolonial adalah kelompok dalang Nyi Panjang Mas. Maaf jika saya tidak menyebutkan nama kerajaannya, karena kerajaan-kerajaan tersebut masih ada hingga artikel ini dituliskan.
Apa tujuan Belanda memecah belah pakem wayang?Tidak lain demi kepentingan propaganda penjajahan. Semacam perayaan simpati. Sama seperti ketika Jepang datang ke Indonesia, mereka selalu menggembar-gemborkan kata-kata saudara tua, dan lain sebagainya. Pada akhirnya kita tahu, bahwa semua itu hanyalah omong kosong belaka.
Jadi, Belanda tidak asal menduduki nusantara. Sama seperti karakter para penjajah (terutama kaum Eropa) yang lain, Belanda juga mempelajari bakal jajahannya, serinci mungkin. Awal mulanya, mereka memanfaatkan jasa agamawan. Karena dianggap kurang fokus (agamawan lebih fokus menyebarkan agama, humanisme, dan rawan membuat pertentangan dengan pihak kerajaan Belanda sendiri), maka mereka menggantinya dengan sebuah lembaga bernama KITLV.
Tugas-tugas KITLVMula-mula tidak bernama KITLV, melainkan Bataviasche Genootschap van Kusten en Westenscappen. Didirikan pada 1778 demi memuluskan kepentingan Belanda. Mereka memiliki tugas meneliti dan mengembangkan bidang-bidang sosial, humaniora dan ilmu alam. Bertujuan untuk advokasi perdagangan, kesejahteraan sosial, dan persoalan pertanian di tanah jajahan / Hindia.
Jadi, Belanda merasa, mereka harus memiliki data rinci tentang daerah jajahannya. Bukan hanya dari sisi pemetaan geografik saja, namun juga pada apa yang disukai masyarakat jajahan (untuk dijadikan alat propaganda). Dan salah satu pilihan penelitiannya jatuh pada seni budaya wayang. Di sini sangat jelas bahwa Belanda mengadopsi apa yang dulu (100 - 200 tahun sebelumnya) pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga.
Kesimpulannya, KITLV memiliki peran untuk selalu melakukan kajian dan penelitian-penelitian masyarakat secara detail dan terus menerus. Hasil dari penelitian mereka nantinya akan dilaporkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Dari sana, lahirlah kebijakan-kebijakan penjajah untuk masyarakat yang dijajah.
Jika kita melihat foto-foto yang terpampang di situs KITLV dot NL, di sana ada banyak foto-foto tentang candi (masing-masing relief diabadikan tersendiri) dan juga pagelaran wayang (wayang orang maupun wayang kulit). Menjadi sedikit bukti bahwa daya rambah penelitian KITLV hingga mencapai budaya wayang.
Tokoh-tokoh Wayang Yang Disukai Belanda1. Petruk; Sebab Petruk memiliki ciri-ciri fisik tertentu. Hidung mancung, tinggi, dan kisahnya mendukung kepentingan Belanda. Misal, kisah Petruk Dadi Ratu dianggap mempermulus kepentingan Belanda. Sebabnya, Belanda ingin rakyat jelata memberontak pada pihak kerajaan nusantara, dengan tokoh sederhana seperti Petruk. Masyarakat diarahkan untuk tidak mempercayai sistem pemerintahan yang telah ada, dan opini mereka diarahkan untuk menaruh harapan besar pada Belanda (lewat sosok Petruk). Ada banyak sisi yang dipelintir di sini.
Petruk juga memiliki keunggulan tersendiri. Dalam dunia wayang, dikenal bahwa kehadiran Petruk adalah pertanda kemenangan. Misal, akan ada perang antara pihak Pandawa dan Kurawa. Ketika di Pandawa ada terlihat kehadiran Petruk, maka bisa dsipastikan Pandawa akan memenangkan peperangan. Kesimpulannya, dimana Petruk berada, di situ pasti akan ada kemenangan. Sampai-sampai ada lakon yang berjudul Petruk kembar (bercerita tentang Petruk yang diculik para Kurawa).
Itulah yang membuat kolonial Belanda jatuh hati pada sosok Petruk.
2. Semar; Belanda beranggapan, mereka adalah para ksatria yang ada di bumi nusantara untuk memberi kemakmuran. Semar sendiri adalah tokoh pertanda kemakmuran. Semar adalah pemegang rahasia semesta. Selain itu, Semar adalah sosok penerang, mengayomi, dan selalu membawa kabar tentang kebenaran. Bagi Belanda, Semar adalah sosok yang ideal untuk dijadikan alat propaganda pada masyarakat yang mencintainya.
3. Kresna; Dia adalah seorang penasehat politik yang memiliki akses untuk keluar masuk keraton. Di dunia pewayangan, Pandawa bisa sukses karena menjalankan konsep politiknya Kresna. Lagi-lagi, Belanda jatuh cinta pada salah satu tokoh pewayangan, untuk dijadikan alat propaganda pada masyarakat nusantara (teristimewa di Pulau Jawa).
Bagong Adalah Tokoh Yang Dibenci BelandaSeperti yang telah saya tuliskan di atas, Bagong adalah tokoh (bagian dari Punakawan) pewayangan yang tercipta dari bayang-bayang Semar. Dia memiliki karakter setia (sama seperti bayangan yang setia mengikuti kemana raga kita pergi), kadang di depan kadang di belakang, lugu, ngomongnya ceplas-ceplos dan terkesan tidak memberi solusi.
Keluguannya yang ceplas-ceplos itu adalah gambaran dari rakyat jelata. Kata-kata Bagong memang apa adanya, tanpa ada pengendapan sebelumnya. Itulah kenapa pihak penguasa merasa terancam (takut tersindir) oleh sosok Bagong. Belanda lebih suka dalang menghadirkan punakawan lain tanpa kehadiran Bagong.
Bisa dibilang, Belanda dengan sengaja menghilangkan karakter Bagong dalam pewayangan. Sampai di sini, semoga kita tidak heran jika di beberapa wilayah di Pulau Jawa, ada saja pakem pewayangan yang tidak mengenal (dengan baik) atau sama sekali tidak pernah menghadirkan sosok Bagong dalam setiap pementasannya.
Tokoh lain yang sifatnya lugu, berpegang teguh pada kebenaran, serta bergaya komunikasi ala rakyat jelata, itu pasti dihilangkan oleh kompeni. Salah satunya adalah tokoh sakti mandraguna bernama Ontoseno.
Sekarang, hampir semua dalang mau mementaskan tokoh Bagong (maupun Ontoseno), meskipun Bagong bukan super hero dan meskipun cara bercanda Bagong benar-benar tipikal guyonan rakyat kelas bawah. Itu disebabkan karena sudah tidak ada intervensi politik seperti masa penjajahan dulu.
PenutupWah, sudah panjang sekali ya tulisannya. Padahal masih ada sederet lagi yang ingin saya paparkan. Maaf ya Mbak Enny,
tulisane dowo. Tulisan ini terbuka pada kritik dan apresiasi dari sahabat blogger yang jauh lebih paham tentang seni budaya pewayangan.
Baiklah, saya sudahi dulu artikel ini. Merdeka...!
Sedikit TambahanDi tulisan Mbak Enny, ada disebutkan bahwa kata wayang berasal dari Wad dan Hyang, artinya leluhur. Namun ada juga yang berpendapat bahwa kata wayang diserap dari kata bayangan.
Saya lebih sependapat dengan yang pertama. Mungkin disebabkan karena jauh di belakang rumah saya tampak membentang Pegunungan Hyang (lebih dikenal dengan nama Gunung Argopuro), yang setia mempercantik pemandangan di pagi hari, juga setia menyimpan kisah-kisah pewayangan yang terpelihara lewat cerita rakyat di kaki-kaki Pegunungan Hyang..