Quantcast
Channel: acacicu
Viewing all 205 articles
Browse latest View live

Cinta Lama Bersemi Kembali

$
0
0
Nostalgia adalah hak setiap orang, tidak terkecuali bagi masyarakat di kota kecil Jember.

Jika dilihat dari usia rata-rata terbanyak para penostalgia Jember, maka yang sering saya jumpai sekarang adalah mereka yang mengecup masa kecil (juga remaja dan beberapa usia dewasa) di era 1950-an hingga 1960-an.

Kawan-kawan muda di Jember pernah menggelar sebuah acara bertajuk Pesan Dalam Botol, dimana di acara tersebut kami mengadopsi nostalgia lama dengan cara mengumpulkan botol kosong dan barang-barang bekas lainnya. Semua itu nantinya kami tumpuk jadi satu, kami jual di loak, dan hasilnya akan digunakan untuk support dunia pendidikan.

Haha.. terdengar wow ya. Padahal tidak. Sederhana, kecil, dan tidak berniat mengubah dunia. Hanya ingin berbagi dan melakukan sesuatu, sesederhana itu saja.

Pesan dalam botol hanyalah ide usang yang ditampilkan kembali, terlahir karena betapa seringnya kami mendengar kisah tentang Jember tempo dulu, dari para penostalgia.

Dimulai dari penggalan-penggalan kisah, dari katanya ke katanya..

Alkisah di tahun 1957 - 1959, ada sebuah kota kecil yang dipimpin oleh seorang Bupati bernama R. Soedjarwo. Beliau kembali memimpin Jember untuk kedua kalinya pada 1961 - 1964. Di sela waktu tersebut, kota kecil ini sempat dipimpin oleh Bapak Moh. Djojosoemardjo.

Bupati Botol Kosong Itu Bernama Pak Djarwo

Bapak R. Soedjarwo biasa dipanggil dengan nama Pak Djarwo. Kelak, beliau akan mendapat gelar baru yaitu Bapak Bupati Botol Kosong. Apa sebab? Sederhana saja, beliau pernah menghimbau masyarakat Jember untuk mengumpulkan botol kosong dan koran bekas. Semua itu digunakan untuk membiayai pembangunan beberapa gedung pendidikan dan akses pendukungnya.

Apakah hanya itu nostalgia tentang Pak Djarwo? Ternyata tidak. Pak Djarwo mempercantik tampilan Jember dengan cara-cara sederhana.

1. Tidak boleh lagi ada kotoran kuda dan puntung rokok dijalanan. Caranya, dibelakang kuda setiap dokar (andong) wajib diberi karung goni agar kotoran kuda tidak jatuh kejalananan dan tertampung di karung penampung.

2. Membebaskan jalanan dari puntung rokok. Caranya, setiap becak dan di tiap pohon yang tumbuh di dalam kota wajib diberi kaleng bekas susu untuk asbak para perokok. Puntung rokok dan bekas bungkus rokok dihimbau untuk dimasukkan kedalamnya dan tidak dibuang di sembarang tempat. Ini untuk mengantisipasi kebiasaan masyarakat Jember yang memang dikenal sebagi perokok berat, karena tembakau merupakan hasil produksi petani setempat.

Dua poin di atas saya dapatkan dari tulisan Pakde Bagio. Beliau adalah mantan Humas UNEJ yang sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan aktif sebagai pengurus Perwakilan Yayasan Gerontologi Abiyoso Kabupaten Jember, dan Pengurus Forum Kerjasama Karang Werda n menerbitkan Tabloid "Gema Lansia." Anda bisa membaca tulisan Pakde Bagio di sini.

Masa Kepemimpinan Abdul Hadi

Setelah Pak Djarwo, tongkat estafet kepemimpinan di kota kecil Jember dipegang oleh Bapak R. Oetomo (1964 - 1967), kemudian Bapak Mochammad Huseindipotroeno (1967 - 1968), lalu Bapak Abdul Hadi (1968 - 1979). Rata-rata para penostalgia Jember senang jika harus menceritakan kembali era Pak Abdul Hadi. Menurut banyak orang, beliau adalah Bupati penuh inovasi, dan merakyat.

Sebelumnya, Pak Abdul Hadi menjabat sebagai Dandim 0824.

Dari banyak perubahan yang dilakukan oleh Pak Abdul Hadi, ada satu yang melegenda hingga sekarang. Tidak lain adalah proses pembuatan sebuah masjid baru bernama Masjid Al Baitul Amin. Masjid baru ini dinilai sangat unik, bukan hanya dari segi arsitekturnya saja, tapi juga dari proses pembangunannya yang dibangun dengan cara kolektif. Ya, Al Baitul Amin dibangun dengan biaya yang diperoleh dari pengumpulan kelapa dari setiap warga Jember.

Hubungan antara Pak Djarwo dengan Pak Abdul Hadi disatukan oleh jembatan mastrib yang membuka akses menuju Kampus Universitas Jember Bumi Tegal Boto. Jembatan ini mulai dibangun sejak tahun 1961 (masa kepemimpinan Pak Djarwo gelombang kedua), dan selesai dengan sempurna pada 1976, di masa kepemimpinan Pak Abdul Hadi.

Itu adalah jembatan yang hebat, karena pembangunannya dirintis dengan penjualan botol kosong yang dikumpulkan oleh warga. Tak heran jika para penostalgia Jember menyebutnya dengan nama Jembatan Botol.

Cinta Lama Bersemi Kembali

Pada bulan sebelas tahun ini (15 November 2012), kawan-kawan Jember kembali mengadopsi kisah lama untuk dihadirkan kembali, di sebuah acara bertajuk CLBK. Di sana akan ada empat rangkaian acara yang dijadikan satu.

Berikut adalah poin-poin CLBK:

1. Tutup Botol

Prosesnya sama persis dengan acara sebelumnya, yaitu Pesan Dalam Botol. Mengumpulkan botol kosong, koran bekas, dan barang bekas lainnya yang bisa dijual. Semua itu akan kita kumpulkan, kita jual, dan dimanfaatkan untuk support dunia pendidikan.

Perbedaan antara Tutup Botol dengan Pesan Dalam Botol, kali ini seluruh hasilnya akan dimanfaatkan untuk kota kecil tercinta, Tribute to Jember.

2. Bicara buku

Bicara buku adalah nama lain dari bedah buku. Sengaja diganti agar tidak terkesan menyeramkan, karena keluarga tamasya khususnya (terlebih saya sendiri), masih asing dengan kata 'bedah buku'

Buku yang dimaksud adalah kumpulan tulisan milik seorang blogger bernama Mbak Anazkia dan RZ Hakim. Terangkum dalam satu buku, dengan cover bolak balik. Semisal nanti buku ini laku (meskipun tidak banyak), seluruh hasilnya akan dimanfaatkan untuk menunjang mimpi Blogger Hibah Sejuta Buku.

3. Blogger Hibah Sejuta Buku Goes to Offline

Blogger Hibah Sejuta Buku atau dikenal juga dengan nama BHSB adalah group online di jejaring sosial, terdiri dari sekumpulan para blogger kreatif Indonesia, dan tersebar di berbagai penjuru dunia. Haha, kok jadinya seperti group yang sangat besar sekali ya? Maaf, sepertinya saya berlebihan.

BHSB memang tidak sebesar yang dibayangkan, tapi mereka mengusung sebuah mimpi besar. Bukan bermaksud untuk mengubah dunia secara frontal, bukan pula berharap hendak dikenang. BHSB senang berbagi buku dengan cara mengumpulkan buku, menebarkannya di tempat yang dirasa butuh, untuk kemudian melupakan segala kebaikan yang pernah mereka lakukan. Lalu mereka memulainya kembali. Begitu seterusnya, entah sampai kapan.

4. Tamasya Akustik

Nah kalau yang ini jelas, anda mungkin akan mudah menggambarkannya tanpa harus saya tulis gambarannya secara rinci. Ya benar, poin keempat adalah acara penggembira. Bernyanyi bersama sambil menyeruput kopi di kedai gubug - Jember.

Dalam tamasya akustik nanti, akan ada juga sisipan acara berupa mengheningkan cipta. Bersama-sama melayangkan doa terbaik untuk Almarhumah Yusnita Febri, blogger hebat yang saya kenal lewat warisan tulisannya.

Sedikit Tambahan

Sejarah mencatat, Indonesia memiliki budaya gotong royong yang kuat. Hal itu yang ingin dihidangkan oleh segelintir masyarakat muda Jember (di acara CLBK), pada 15 November 2012, bertempat di Kedai Gubug - Jember.

Pencomotan nama kedua mantan Bupati di atas (Pak Djarwo dan Pak Abdul Hadi) semata-mata untuk memudahkan ingatan kolektif para penostalgia, sekaligus mempermudah kita yang muda-muda dalam mengimajinasikan latar belakang temporal. Terlepas dari rasa hormat saya pada Pak Djarwo dan Pak Abdul Hadi, inti kekaguman saya yang sebenarnya, terletak pada semangat kebersamaan dan gotong royong masyarakat Jember.

Mari.. mari kita lestarikan budaya botol kosong dengan cara tetap memelihara jiwa gotong royong.

Salam Lestari!

Rona Merah di Wajah Ica

$
0
0

Bersama Ica

Gadis kecil yang berjilbab itu bernama Ica. Dia masih duduk di bangku SD. Mungkin kelas lima atau empat, saya tidak begitu ingat. Tapi ada satu yang paling saya ingat dari Ica, yaitu ekspresi pemalunya yang alami.

Ica juga berhasil mengingatkan saya pada status jejaring sosial milik Mbak Anazkia, "Hiasilah diri kita dengan perasaan malu. Karena perasaan malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan."

Tapi ada yang aneh dengan rasa malu di wajah Ica. Dia sangat berbeda dengan ke-46 kawannya sesama penghuni Yayasan Nur Iman, Jember. Malu milik Ica adalah malu yang minder, malu yang rendah diri. Saya berdoa semoga tebakan saya tidak benar, tapi memang begitulah adanya.

Ah, gurat di wajah Ica juga mengingatkan saya pada tulisan sendiri, yang berjudul Minor Label. Di sana ada seorang sahabat yang menuliskan sebuah apresiasi, diangkat dari pengalaman hidupnya sendiri sebagai anak yatim.

Haaa.. saya dilabeli anak yatim waktu kecil. Bapak saya meninggal saat saya masih bayi. Dan label yatim itu terus melekat membuat saya tak percaya diri. Kalau di pengajian saya disuruh ikut lomba atau pentas, saya sering merasa karena mereka kasihan atas keyatiman saya, bukan karena mengakui potensi yang saya punya. Saya juga sering masuk tipi TVRI lokal, berderet-deret dengan anak yatim lain menerima sumbangan...

O My God... sungguh bikin minder asli...

Pesanku satu, kalau anda seorang artis, politisi, pejabat atau apapun yang butuh di ekspos saat berbuat baik, jangan pada anak yatim deh....

Ica adalah sekuntum kesederhanaan. Dia menyegarkan ingatan saya tentang hidup.

Saya pernah beberapa kali menemukan 'kisah' yang jauh lebih miris. Tapi Ica berbeda. Dia datang bagai bidadari, mengetuk pintu hati, untuk kemudian pergi. Tinggallah saya sendiri memulung butir-butir hikmah yang berceceran.

Kembali pada perkenalan antara saya dan Ica

Saya mengenal Ica pada hari kemerdekaan yang lalu, 17 Agustus 2012. Saat itu, seorang kawan bernama Dedie Handoko ingin mewujudkan mimpi kecilnya. Makan bersama adik-adik keluarga Yayasan Nur Iman, di Kedai Gubug miliknya. Tanpa ekspose, tanpa sticker, dan hanya merayap seperti akar di kedalaman tanah.

Kegiatan cantik di kesunyian yang indah. Saya pernah menuliskannya di sebuah tulisan berjudul, malam untuk dikenang. Ya, saya mengenangnya, mempelajari makna di baliknya, dan.. saya merasa tertampar.

Beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba saya merindukan wajah Ica. Secara tiba-tiba pula, saya nyasar di blog romantisan dotkom. Di sana Kang Achoey dengan santunnya menyebarkan virus cinta berbagi dan menyayangi. Ah, Kang Achoey.. Sahabat saya yang satu ini hebat, tak pernah berhenti menyebarkan senyum dengan cara yang anggun. Kentara sekali ketulusannya.

Lalu saya berpikir, saya harus menceritakan tentang rona merah di wajah Ica. Hanya gurat ronanya saja, tidak lebih dari itu. Maka mulailah jemari ini merangkai huruf demi huruf, dan menghadirkan rona merah di wajah Ica.

Ica adalah pelangi di hati saya. Dengan hanya mengenalnya, saya semakin mengerti tentang arti hidup dan kehidupan, hidup sesudah mati, dan hidup yang mengalir apa adanya. Sungguh sebuah keindahan yang begitu luas.

Sedikit Tambahan

Semoga kata 'tulus' tidak menggantung di KBBI saja, dan semoga tidak hanya tinggal cerita.

Profesor Ayu pernah mengatakan pada saya, mendoakan adalah karya spiritual yang indah. Maka, mari kita tidak berhenti untuk saling mendoakan.

Kang Achoey, salam jempol. Teruslah menginspirasi.

Artikel ini diikutsertakan pada Gaveaway: Cinta untuk Anak Yatim.

Ketika Kau Menikah

$
0
0
Pada Nur Manda Wendhy Perdana Putra. Kemarin malam, aku menuliskan ini untukmu. Tak sempat kupencet tombol publish, karena sesaat setelah menulis, kedua mata ini menuntut haknya untuk terpejam.

Ini untukmu, bacalah.

Hai Manda, lelaki kecilku. Aku memulai sebuah pagi dengan menatap kalender yang terukir secara digital di hape jadul merk nokia. Hmmm, ternyata aku sedang ada di 7 November 2012.

Dan kaki-kaki kecil inipun kuperintahkan untuk melangkah menuju jedding. Mandi, hanya itu yang ingin kulakukan. Sayangnya, aku harus melewati sebuah ritual kecil bernama sikatan alias gosok gigi. Ah, ketemu lagi dengan pepsodent-nya Unilever. Serasa ada di Inggris.

Sehabis mandi, segera aku berganti baju. Kali ini aku memilih baju flanel bekas tapi masih mengandung mbois, kental sekali nuansa koboy-nya. Flanel bermotif Skotlandia tersebut kupadukan dengan celana pendek bekas. Tadinya itu adalah celana panjang merk jean's yang hampir saja terbuang. Aku memotongnya, memperpanjang masa pakainya, dan jadilah celana pendek.

Ketika semuanya selesai, tiba saatnya untuk santai. Duduk di bangku depan kamar sambil menghadap tembok tetangga yang tinggi menjulang, kontras sekali dengan tembok rumahku. Hehe, kadang aku berpikir, semen apa yang mereka gunakan? Apakah sama seperti semen yang digunakan untuk membangun rumahku? Kalau iya, berarti mereka pakai SG, sangat beraroma Meksiko.

Nda, pagi semakin indah saat Mbakmu membuatkan aku wedang anget. "Kopinya habis Mas, mimik teh aja ya," Ah pagi-pagi sudah nyruput teh sariwangi rasa Unilever - Inggris.

Pagi yang indah, pagi yang serba luar negeri. Satu-satunya produk yang asli tanah air adalah ketika aku mandi jebar jebur dengan tanpa menggunakan air aquanya danone - Perancis.

Dikala pagi bersiap-siap menyambut siang, aku keluar mengendarai supa'i alias supra x. Sesekali melintasi Alfamart yang dua pertiga sahamnya milik Carrefour. Yang kutuju adalah sebuah bangunan kuno buatan Belanda. Setelah berlelah-lelah, aku pulang.

Malam harinya..

Yes..! Ini rabu malam, saatnya bagi keluarga tamasya band untuk latihan rutin. Perpaduan yang sempurna, mengumandangkan karya sendiri diantara alat musik berbagai merk, indah sekali, haha..

Sepulangnya dari latihan, kita semua meluncur menuju kedai gubug. NGOPI. Kebetulan di kedai gubug sedang berlangsung acara musik. The Baja Hitam (band indie Jember) sedang punya gawe.

Tidak disangka, keluarga tamasya didapuk untuk tampil bernyanyi. Maka berdentinglah alunan musik tamasya dengan dua lagu persembahannya. Laki-laki dan korek api, serta lagu berikutnya, berjudul Lagu Untukmu.

Lalu..

Kembali ngopi, kembali menikmati suguhan musik The Baja Hitam. Entah disruputan yang keberapa, sayup-sayup kudengar kabar tentangmu. Tentang akad nikahmu. Manda, kabar tentang sekeping kebahagiaanmu adalah kemerduan tersendiri bagiku.

Kepadaku kau katakan untuk hadir pada tanggal 11 November 2012. Ah Manda, ternyata akad nikahmu telah usai. Selamat ya tole. Satu lagi keluarga tamasya (Drummer) yang telah menikah, setelah Yopi (pelantun tembang 'Sama-sama rindu') di 27 Oktober yang lalu.

Ketika Yopi Menikah..

Ketika Yopi Menikah, aku meluncur ke rumahnya sambil menenteng gitar. Prit yang menentengnya di jok belakang sepeda Jepang. Bukan untuk gaya-gaya'an, bukan pula untuk tampil menghibur tamu yang hadir di pernikahan. Gitar itu kucangking hanya untuk menghadapi saat-saat darurat saja, haha.. ngataq.

Ketika Lila Menikah..

Manda, kau tentu juga masih ingat dengan Mbak Lila. Di adikku di Pencinta Alam SWAPENKA, yang suka sekali memberikan sekuntum bunga disaat tamasya band sedang tampil bernyanyi. Mbak Lila juga sudah menikah le, di hari Jum'at tanggal 19 Oktober 2012.

Saat Lila menikah, kukira itu masih hari Kamis. Esoknya, siang hari di Sabtu yang panas, aku bergegas mandi, pakai sarung, minyak wangi, dan sudah siap-siap menyetarter sepeda menuju masjid terdekat. Jum'atan. Ealah ternyata salah hari. Sepenggal kisah yang membuat orang-orang di sekitarku terpingkal. Hmmm, Lila.. sorry.

Kembali ke 7 November 2012

Manda, saat kau menikah, di belahan Jawa Timur yang lain juga ada yang mengecup kebahagiaan. Dialah Iis Apriyanti alias Lenyink SWAPENKA, sang backing vokal tamasya band di lagu Untuk Bapak.

Nda, di luar sana ada banyak sekali gempuran produk-produk asing. Jadi, tak usahlah kau merasa merdeka ketika telah berani mengunyah beras BULOG, karena sesungguhnya beras itupun masih impor dari negeri seberang.

Santai sajalah, tetaplah menikmati hidup. Karena memang tidak ada alasan untuk tak menikmatinya. Sekali waktu, kau ajaklah istrimu untuk berdansa dengan alam raya. Tetaplah berani, tetaplah berkarya untuk tanah air. Karena Manda yang aku kenal adalah Manda yang berani untuk berdiri di atas kaki sendiri.

Lila, Yopi, Lenying, dan kau Manda, selamat menikah. Kabar tentang kebahagiaan kalian adalah kabar paling Indonesia yang kudengar bulan ini. SALAM LESTARI!

Doa Kita

$
0
0
Ah, sudah bulan sebelas. Tuhan..... Pada Kata Kusematkan Do'a


Sedikit Tambahan

Para sahabat, mohon maaf saya jarang bewe, masih ada sesuatu yang saya lakukan. Yang penting sama-sama semangat dan saling mendoakan. Terima kasiiih.

Menjalani Hari Dengan Hore

$
0
0
10 November 2012, tiga belas hari yang lalu..

Saya kedatangan tamu dari Riau, namanya Om Mustofa. Dulu kenalnya di atas kereta api, perjalanan pulang Surabaya - Jember, sepulang dari Tuban. Waaah, keren sampeyan Om. Terima kasih karena sudah menyempatkan waktu untuk singgah di panaongan.


Om Mustofa memakai topi putih

Malam harinya, di panaongan banyak adek-adek SMA, mereka menunggu pukul sebelas malam untuk mengikuti upacara hari pahlawan di TMP Patrang. Sementara itu, saya dan kawan-kawan meluncur menuju IKIP PGRI Jember. Tamasya ada undangan ngamen di sana.

Terima kasih buat dulur-dulur HIMACITA IKIP PGRI yang sudah mengumpulkan botol kosong. Salam Lestari!

11 November 2012, dua belas hari yang lalu..

Hari sudah sore ketika saya, Prit, dan kawan-kawan tamasya yang lain, menghadiri pernikahan Manda. Kami menganut konsep vini vidi vici. Datang, makan, pulang, haha.. Tidak seperti itu, saya bercanda. Manda adalah adiknya anak-anak tamasya, yang juga sering menjadi drummer dikala tamasya live perform dan posisi drum kosong.


Manda tampak belakang, haha..

Saat malam datang, saya dan Prit tidak segera pulang, melainkan mengarahkan stir sepeda menuju warnet tempat Uncle Lozz bekerja. Alhamdulillah ketemu. Jarang-jarang saya nongkrong bareng Uncle, karena memang jarak antara rumah saya dan Uncle lumayan agak jauh. Jika ditempuh dengan sepeda motor (santai), kurang lebih 30 menit perjalanan.


Eksyen di belakang meja kerja Uncle Lozz

12 November 2012, sebelas hari yang lalu..

Seorang teman bernama Mas Windi melaksanakan janjinya. Dia memperkenalkan saya dengan Mas Dedi, cucu dari Eyang Roekanti. Hari itu juga, saya, Windi, Mas Dedi dan Donny, silaturrahmi ke rumah Eyang Roekanti, perempuan sepuh kelahiran 26 Januari 1918. Dari Eyang Roekanti inilah, saya mendapatkan banyak kisah tentang kota kecil Jember tempo dulu.


Saya, Eyang Roekanti, dan Mas Dedi. Foto oleh Windi.

14 November 2012, sembilan hari yang lalu..

Mbak Anazkia mengabarkan jika dia sudah ada di perjalanan, dari Surabaya menuju kota kecil Jember. Pada malam harinya, saya, Prit dan Donny (Oyot) menjemput Mbak Anaz di terminal Tawang Alun. Hai Mbak, selamat datang di Jembeeer...

Esok siangnya, 15 November 2012, menjemput Pakde Cholik di Stasiun Jember. Selamat datang De.

Malam hari di 15 November 2012..

Digelar acara CLBK alias Cangkruk'an Lewat Botol Kosong. Untuk CLBK, Insya Allah akan saya tuliskan di postingan tersendiri (setelah postingan ini).

16 November 2012, tujuh hari yang lalu..

Pagi hari sekitar jam sembilan. Mbarengi Mbak Anazkia ke Terminal Tawang Alun. Kemudian bersegera merapat di tempat Pakde Cholik menginap. Sekitar satu jam kemudian, gantian Pakde yang meluncur ke Surabaya.


Kita masih punya hutang jalan-jalan dengan Mbak Anazkia dan Pakde, hehe..

17 November 2012, enam hari yang lalu..

Refreshing di rembangan, bersama Windi dan Donny. Kebetulan ada yang nawarin buah naga merah, gratis. Alhamdulillah..


18 November 2012, lima hari yang lalu..

Berdendang di EXPA - SMAN KALISAT Jember, sekaligus mengumpulkan botol kosong. Jreeeeeng.....


Dan hari ini, 23 November 2012, tamasya berdendang di HIMAPALA BEKISAR POLITEKNIK Jember. Tentu saja masih dengan mengumpulkan botol kosong, hehe.

Sedikit Tambahan

Pada 24 November 2012, kita berdendang lagi. Yang jauh mendekat yang dekat merapat, mari kita bernyanyi bersama sambil mengumpulkan botol kosong, di IWENA - Universitas Moch. Sroedji Jember.

Salam Botol Kosong...!

Dulu Kau Pernah Sangat Berani

$
0
0
Kawan, dulu kau pernah sangat berani. Kau bukan tipe laki-laki yang senang melawan arus, apalagi mengikuti arus. Hanya saja, kau istiqomah dalam menciptakan arus hidupmu sendiri.

Ketika orang-orang sibuk tampil modis di megahnya kampus, kau dengan gagahnya mengalungkan selembar serbet warna putih - hitam bermotif kotak-kotak, khas serbet dapur Nusantara. Ketika kutanya kenapa kau melakukan itu, kau hanya diam dan tersenyum. Tapi aku tahu, kau sedang melawan sesuatu.

Di luar sana ada sepeda motor berbagai merk yang menyemarakkan lalu lalang jalanan, tapi kau masih saja setia dengan sepeda kayuh berwarna lusuh. Lalu sejak 2001, dengan bangganya kau menunggangi astrea 800 jadul, dengan sedikit-sedikit berkata, "Sepeda iki ditukokno Bapakku reeek..."

Aneh, padahal jika dibanding dengan kawan-kawan yang lain, mereka selalu menyembunyikan rahasia besar tentang barang-barang yang didapatnya dari orang tua. Kau berkebalikan dari semuanya. Lagi, aku bertanya padamu. Dan lagi-lagi, hanya senyum yang aku dapatkan darimu.

Kawan, dulu kau pernah sangat berani. Menenteng gitar bolong, menyuarakan lagu-lagu ciptaanmu sendiri, disaat orang-orang sedang terlena dengan karya-karya penyanyi bernama tenar. Kau bahkan tidak butuh panggung jika hanya untuk mendendangkannya.

Ketika sandal jepit belum semeledak sekarang ini, kau sudah menghiasi telapak kakimu dengan itu.

Kawan, dulu kau pernah sangat berani. Sekarang usiamu semakin bertambah. Mungkinkah kau masih pemberani? Jika kulihat dari jauh, saat ini kau sedang berusaha keras untuk belajar berkompromi dengan raksasa kehidupan, sebuah monster nyata yang terpampang di hadapan kita.

Kawan, semoga kau tetap berani.


Aldin dan Hujan

$
0
0
Syandana Aldin Wijaya


Hai Aldin lelaki kecilku..

Ini hari yang indah. Di luar sana hujan mengguyur kota kecil Jember, tapi orang-orang terlihat sibuk kesana kemari, sama seperti agenda malam tahun baru sebelum-sebelumnya. Kita di sini saja ya sayang. Menikmati butir-butir air hujan.

Ada yang bilang, butir-butir air hujan adalah satu dari banyak karunia Tuhan yang mengajarkan pada kita untuk tidak takut terjatuh. Mereka terlempar dari atas, jatuh kebumi, tapi pada akhirnya bisa kembali menguap dan melayang ke arah bintang.

Kau juga harus begitu Aldin. Jadilah hujan. Karena hujan tidak pernah salah, bahkan jika butir-butir airnya berjatuhan tepat di malam tahun baru. Hanya saja, banyak orang kehilangan ide untuk memaknainya, saat datangnya hujan tidak seperti apa yang mereka inginkan.


Aldin keponakanku sayang..

Ibumu adalah Kakak perempuanku satu-satunya, karena kami memang hanya dua bersaudara. Pada tahun 2008, Ibu dari Ibumu meninggal dunia. Tapi kau tak perlu bersedih, kau masih memiliki seorang kakek yang penuh kisah. Karena dulu kakekmu adalah seorang petualang.

Adapun tentang Bapakmu, dia adalah lelaki tangguh dalam hal survive dan sosial skill. Dia asli suku Sasak - Lombok. Jadi Aldin, secara genetis kau adalah perpaduan dari banyak suku. Jawa, Madura dan Sasak. Sangat nusantara. Menurutku, ini kabar bagus untukmu. Kau tidak perlu repot-repot narsis saat membaca buku Atlantis - The Lost Continent Finally Found, karya Prof. Arysio Santos. Kau hanya butuh berkata, "Namaku Aldin, dan aku warga dunia."

Sebelum kau lahir, aku pernah mengantarkan ibumu ke pulau Lombok. Tepatnya di sebuah rumah sakit di Praya - Lombok Tengah. Sebuah kabar duka yang membawa kami ke sana. Bapak dari Bapakmu sedang sakit keras.

Sesampainya di RS. Praya, Ibumu masih letih berhias peluh, tapi dia tak punya banyak waktu. Bapakmu langsung mengantarkannya ke sebuah ruang, dimana Bapak dari Bapakmu sedang menunggu menantunya. Itu pertemuan pertama mereka.

Kau tahu Aldin, Bapak dari Bapakmu hanya butuh melihat wajah Ibumu. Hanya hitungan kurang dari lima menit setelah itu, Kakekmu memejamkan mata untuk selama-lamanya.

RS. Bina Sehat - Jember, 4 Mei 2012 pukul 06.25 WIB

Lahirlah seorang bocah lelaki yang kelak kunamai Syandana Aldin, dengan bobot 3,5 kilogram, dan dengan panjang tubuh, 39 cm. Bapakmu menambahkan 'Wijaya' di belakang namamu. Maka, selamat datang di alam raya wahai keponakanku, Syandana Aldin Wijaya.

Tiga hari yang lalu, kabar duka kembali mewarnai perjalanan hidup kedua orang tuamu. Ibu dari Bapakmu meninggal dunia. Dan pada 29 Desember 2012 pagi-pagi sekali, Bapak dan Ibumu meluncur pulang ke Tanah Awu - Lombok Tengah, dengan mengendarai sepeda motor.

Hai Aldin, jangan menangis. Sekarang kau tak lagi memiliki Nenek dari pihak Ibu dan Bapakmu, dan tak memiliki Kakek dari pihak Bapak, tapi kau masih memiliki banyak orang yang siap memberimu sejuta cinta. Berhentilah menangis, berhentilah mendongak ke atas. Karena bagaimanapun, menunduk ke bawah itu lebih manis.

Nak..

Ini sudah hari ketiga dimana kau dan aku memiliki banyak waktu untuk selalu bersama. Terus terang saja, selama tiga hari ini aku bahagia. Aku senang bisa mengantarkan Bu Lik Prit ke sebuah toko untuk membelikanmu popok. Ketika pipismu membasahi baju dan lenganku, rasanya sungguh indah.

Semalam kau mungkin sedang menertawakan kekonyolanku dan Bu Lik-mu, saat kami saling melempar tugas, manakala menghadapi kenyataan dirimu buang air besar. Hahaha.. Maafkan kami Aldin. Maafkan jika kami cengengesan melihat ekspresimu saat proses buang air besar itu berlangsung.

Hmmm, rupanya kita tidak sangat dekat. Selama bulan Desember ini saja, aku sering meninggalkanmu. Ya Aldin, bulan ini aku melakukan banyak hal. Bahkan untuk membelai blog acacicu ini saja aku tidak sempat. Maafkan Pak Lik-mu yang tak seberapa tampan ini sayang..

Sekarang malam tahun baru..

Kita di sini saja ya sayang. Setidaknya, sambil menanti kedatangan Om Propa Nanda. Kabarnya malam ini dia akan pulang ke Panaongan. Siapa tahu nanti dia mau mendongengimu kisahnya selama berproses di Sokola Rimba - Jambi, bersama Kak Butet Manurung.

Aldin..

Jangan menangis, aku di dekatmu. Kelak saat kau besar, saat hujan turun membasahi bumi, ingat-ingatlah bahwa aku pernah menyarankanmu untuk menjadi seperti hujan. Yang tak takut terjatuh, dan yang tak lelah untuk mencoba bangkit.

Aku senang mengulang-ulang kalimat ini, mungkin nanti kau membutuhkannya. "Kita tidak pernah dinilai dari seberapa kali kita terjatuh, tapi seberapa kali kita mau (dan mampu) kembali berdiri dan bernyanyi."

Aldin.. Mari kita berdoa saja, semoga nanti malam langit bertabur bintang.

Pandangan Pertama : ABDOEL MOEKI

$
0
0
NormaalSchool di Jember Tahun 1923


Orang-orang yang mengenal saya pasti memahami kebiasaan saya, yaitu berburu gambar-gambar (foto) tempo dulu. Ya benar, itu semua saya lakukan sejak jejaring sosial friendster masih jaya-jayanya. Alasannya? Entahlah saya tidak tahu. Yang jelas saya bahagia ketika melakukannya. Mungkin sensasinya sama seperti ketika Pakde Jumali (tetangga saya) memancing di tepian hutan.

Nah, yang akan saya tuliskan di sini adalah tentang selembar foto. Begini ringkasan ceritanya.

Suatu hari saya membuka situs kitlv milik Belanda. Di sana saya menemukan banyak sekali foto-foto tentang Jember tempo dulu. Dari sekian banyak foto lawas, ada satu yang membuat hati saya dag dig dug. Kenapa? Karena foto tersebut berbeda dari yang lain. Tapi ini subyektif dari saya sendiri.

Selembar foto yang saya maksud tersebut berhasil mengantarkan saya untuk menengok kembali suasana Jember - Jawa Timur di Tahun 1923. Keren. Kemudian saya mendapati kenyataan bahwa dulu di kota kecil ini pernah ada sebuah sekolah yang sengaja digagas untuk mencetak calon guru dan berbasis asrama. Nama sekolah tersebut adalah NORMAALSCHOOL. Dari sinilah saya berkenalan dengan sosok muda di jamannya. Dialah ABD. MOEKI.


Gambar diperbesar hingga 100 persen

Sederhana. Yang membuat foto tersebut tampak mewah adalah pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan sendiri. Yaah, namanya juga bertanya pada selembar foto. Kita harus mencari jawabannya sendiri, karena adalah mustahil bila kita menanti foto tersebut ngomong dalam arti yang sebenarnya, hehe. Dan berikut ini adalah sederet kegelisahan-kegelisahan saya, sengaja saya rangkum agar memudahkan dalam berbagi pada para sahabat blogger.


Pertanyaan pertama, mendasar, dan sederhana. Kenapa sekolah ini bernama Normaalschool? Apakah sekolah ini dikhususkan untuk orang yang tidak normal agar bisa menjadi normal? Ternyata bukan itu jawabannya.

Istilah Normaalschool atau Sekolah Normal, untuk pertama kalinya dikembangkan di Perancis. Di sana, sekolah normal dimaksudkan untuk istilah sekolah model. Normale école Perancis, itulah sekolah model pertama yang menggunakan istilah Normal School. Konsepnya, menyediakan sekolah model dengan ruang kelas model untuk mengajarkan praktik model pengajaran guru dan siswanya. Anak-anak yang diajarkan, guru-guru mereka, dan para guru dari guru sering bersama-sama di gedung yang sama.

Konsep yang sederhana dan mudah dicerna. Dulu siswa siswi Indonesia juga pernah mengenal istilah CBSA alias Cara Belajar Siswa Aktif. Sama seperti Normale école Perancis yang kemudian diadopsi oleh Belanda menjadi Normaalschool.

Normaalschool berbeda dengan Kweekschool

Keduanya sama-sama sekolah yang digagas untuk mencetak para calon guru, dan sama-sama berbasis asrama. Bedanya, Kweekschool jauh lebih keren. Kweekschool menggunakan bahasa pengantar Belanda, sedangkan Normaalschool menggunakan bahasa daerah.

Jaman dahulu, ada sebuah ejekan menyakitkan untuk mereka yang sekolah di Normaalschool. Dikatakan, mereka adalah "sego abang" sedangkan Kweekschool adalah "sego putih."

Masih ada banyak lagi sisi mencolok yang membedakan antara Normaalschool dan Kweekschool. Tentang perbedaan gaji ketika nanti para lulusan ini mengajar, juga status sosial dan dampak-dampaknya dalam realita sosial kemasyarakatan.

Ah, saya bicara terlalu banyak tentang Normaalschool, hingga saya melupakan sosok yang namanya saya jadikan judul dalam tulisan ini. Ya, Abdoel Moeki. Siapakah gerangan Abdoel Moeki?

ABD. MOEKI

Harus saya akui, rasa penasaran pada sosok Abdoel Moeki (dan segala yang berkaitan dengan Normaalschool) memaksa saya untuk melahap buku lebih banyak, menyiagakan telinga lebar-lebar, dan mengkorupsi hak tubuh untuk beristirahat.

Saya tidak terlahir sehebat Bacharuddin Jusuf Habibie, Achmad Bachtiar, Mungki Krisdianto, Ananda Firman Jauhari atau Gus Dur. IQ saya biasa-biasa saja, terbukti dari raport sekolah saya yang rata-rata air . Ketika seorang Galih Nofiyan (Almarhum) dengan mudah memahami buku tipis karya Romo Mangun, itu tidak terjadi pada saya. Butuh waktu yang panjang bagi saya untuk memahami buku (yang saya lupa judulnya) tersebut.

Modal saya untuk mencari tahu siapa gerangan Abdoel Moeki hanya satu. Karena saya ingin mencari tahu, itu saja. Tak ada yang menyuruh, tidak ada yang memberi tekanan, pun tidak ada maksud lain yang sengaja saya sembunyikan dibalik 'kekonyolan' ini.

Semua mengalir sederhana, seperti ketika saya masih bocah dan tiba-tiba saya berhasrat untuk mengejar layang-layang yang putus dari benangnya. Itu bukan karena Bapak saya tidak bisa membuatkan layang-layang. Sama sekali bukan. Semua hanya karena sebuah kata bernama 'ingin.'

Bermula dari perkenalan saya dengan selembar foto di situs KITLV, kemudian timbul hasrat alami untuk mencari sosok ABD. MOEKI yang namanya terhias indah di sebuah plakat kertas tebal.

Namanya ABD. MOEKI, dia seorang siswa di Normaalschool voor inlandse hulponderwijzers di Jember, tahun 1923.

Adalah tidak mungkin jika hanya itu modal awal yang saya jadikan senjata untuk mencari tahu siapakah Abdoel Moeki. Tapi saya tidak peduli. Ibaratnya saya adalah seorang pengelana di tanah gersang yang merindukan setetes air. Kemanapun saya memandang, fatamorgana selalu setia menemani jejak kaki-kaki kecil ini. Semua menawarkan ketidakpastian yang indah, selayaknya fatamorgana yang sebenarnya.

Abdoel Moeki membuat saya berpikir bahwa cerita rakyat, dongeng kakek, legenda yang tersisa, dan segala hal yang serupa, itu semua sangat penting. Kita hanya butuh tulus untuk mendengar sang penutur, senyum manis untuk berucap terima kasih, dan super filter manakala harus merangkainya.

Maka berpetualanglah saya dengan kisah-kisah (yang dianggap) usang itu. Meskipun saya tahu, bukan itu yang saya butuhkan saat pertama kali memulai pencarian. Saya butuh tahu dimanakah lokasi gedung Normaalschool Jember, dan butuh kepastian akan status ABD. MOEKI sendiri. Apakah dia seorang siswa, guru, ataukah nama seorang tokoh terkemuka di jamannya. Tapi, ketika buku tak lagi bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kita, maka jawabannya adalah dengan membentangkan sayap silaturrahmi, baik dalam arti sebenarnya maupun kiasan bersayap.

Saya mencari ABD. MOEKI dari era yang terdekat, saat sejarah Jember banyak mengukir nama-nama orang yang layak dijadikan pahlawan. Letkol M. Sroedji, Dr. Soebandi, dan semua orang di bentangan sejarah Agresi Militer II, saya telusuri kembali. Berharap menemukan titik-titik pencerah, mengingat jarak antara Agresi Militer II dengan usia selembar foto tersebut hanya 22 tahun.

Perihal budaya nama-nama di bumi nusantara juga tidak luput dari ketertarikan saya. Misal, nama marga. Atau ketika jaman kerajaan Majapahit, banyak terlahir tokoh-tokoh yang namanya diambil dari nama-nama binatang. Ketika agama semakin memperkaya peradaban Indonesia, muncullah nama-nama yang tak jauh dari filosofi agama yang dipeluk si empunya nama. Dan lahirlah Moeki, yang menyingkat nama depannya menjadi ABD. Nama yang seharusnya terdiri dari dua suku kata (Abdoel), penyebutannya menjadi lebih panjang ketika disingkat ABD.

Petualangan saya pada budaya nama-nama itu mengantarkan saya pada Bupati Jember yang pertama (mengikuti aturan yang tercatat di PEMKAB Jember). Beliau adalah Bapak Notohadinegoro, yang namanya diabadikan sebagai nama Stadion. Nama beliau adalah Wiryodinoto. Kemudian beliau diberi gelar oleh Mangkunegaran Solo, karena mempersunting putri Keraton Solo. Sebelum menjabat Bupati di Jember, Bapak Notohadinegoro adalah seorang Wedono di Ngadiluwih - Kediri.

Tidak berhenti pada nama-nama, saya juga memerdekakan diri untuk terbang ke abad ke-15, atau bahkan yang lebih lama lagi. Ketika harus menceritakan tentang sejarah periklanan, saya malah melayang ke masa Yunani kuno, yaitu di periode Yunani Arkais di abad kedelapan sampai keenam Sebelum Masehi.

Watu macan, batu gong, dan masih berderet lagi peninggalan di Jember yang sempat saya intip. Tidak ada hubungannya dengan pencarian ABD. MOEKI memang, dan sebagiannya tergolong legenda (seperti kisah macan Jember yang senang meloncat dari Raung ke Argopuro). Tapi dari pencarian ABD. MOEKI-lah hasrat kesejarahan itu tumbuh.

Orang-orang yang mengenal saya tentu paham, saya bukan seseorang yang Jember Centris atau Mber Mejember. Bukan, sama sekali bukan. Saya tidak pernah memenjarakan diri ini dengan ikatan teritorial. Hanya saja, semakin saya bertumbuh besar, saya memilih untuk tinggal dan memejamkan mata di sini. Seperti kata seorang teman, seharusnyalah kita belajar untuk memilih manakala kesempatan untuk itu masih ada.

Saya rasa, inilah alasan kenapa saya banyak-banyak menulis tentang Jember di blog-blog usang (bahkan tiga diantara blog tersebut tak terawat, untuk kemudian saya tutup), menciptakan lagu Ai eLof Jember, dan sekarang bertambah satu lagi yaitu berburu dongeng.

Selanjutnya..

Angin membawa saya mengerti, bahwa Moeki adalah seorang siswa Normaalschool. Kunci jawaban tersebut saya temukan melalui plakat nama. Sepertinya mudah, tapi bagi saya tidak sangat mudah. Untuk menemukan kunci jawaban mengenai status Moeki, saya masih harus membandingkan foto tersebut dengan berbagai foto seputar suasana belajar mengajar di jaman Hindia Belanda. Mengingat mudahnya melihat foto di dunia maya (kari bondho klik), ada banyak sekali foto yang saya jadikan perbandingan.

Kebiasaan (baru) saya dalam menthelengi foto, memberi saya wawasan baru mengenai
pentingnya melakukan perbandingan foto-foto Normaalschool di dunia, dalam hal menelusuri ABD. MOEKI dan Normaalschool itu sendiri.

Saya pelajari juga sejarah plakat di Indonesia (dan dunia). Mulai dari sejarah diketemukannya kertas di dunia, sejarah mesin cetak, sejarah pers, hingga pers pertama yang ada di kota kecil Jember.

Ketika ada yang bertanya, apa alasan orang Belanda mendirikan sekolah bagi anak-anak Indonesia? Saya berpikir sangat dalam. Lalu saya mencari data-data manual, buku-buku penunjang (apapun buku tersebut), kontak kawan-kawan yang potensial memiliki buku yang saya inginkan, bertanya, hingga akhirnya online dan mencari sebuah buku yang ada format PDF-nya. Atau kalau tidak, saya akan membuka katalog sebuah toko buku online, dan inceng-inceng beberapa halaman yang disediakan.

Begitulah, perburuan saya pada sosok ABD. MOEKI. Melebar selebar-lebarnya sejalan dengan argumentasi kawan-kawan, pertanyaan-pertanyaan baru, selentingan bersahabat, buku-buku pinjaman baru, hingga humor-humor cerdas. Saya menerima semuanya, lalu saya menyaringnya. Sama seperti ketika Almarhumah Ibu saya sedang meremas parut kelapa di atas saringan. Ampasnya akan saya gunakan untuk mengelap lantai, sedang santannya akan saya manfaatkan sebagai senjata mencari ABD. MOEKI.

Ya, saya tidak tertib diksi. Anda bisa lihat sendiri di tulisan ini. Ketika saya harus menyebut nama sasaran tembak, saya menggunakan berbagai gaya. Kadang ABD. MOEKI (dengan huruf kapital), kadang Abdoel Moeki, kadang malah hanya Moeki saja. Tak apalah jika saya dibilang tidak tertib dalam menggunakan kata. Hidup itu luas, saya hanya sedang mencoba memanfaatkan keluasan yang indah ini.

Segala Hal Yang Saya Dapatkan Tentang ABD. MOEKI

1. ABD. MOEKI adalah nama lain dari Abdoel Moeki, dia menyingkat nama depannya menjadi ABD. Trend menyingkat nama Abdoel (atau Abdul) menjadi ABD ini kembali mencuat di tahun 1970-an.

2. Moeki adalah siswa Normaalschool voor inlandse hulponderwijzers di Jember.

Normaalschool adalah sekolah untuk guru, berbahasa pengantar bahasa daerah, dan sistem pendidikannya asrama.

Abdoel Moeki bukan nama salah seorang guru seperti perkiraan saya sebelumnya. Dia adalah siswa sang pemegang plakat bertuliskan namanya sendiri.

3. Moeki bukan anak dari seorang Ningrat, melainkan pribumi biasa.

Normaalschool adalah sekolah pendidikan guru yang dirancang khusus untuk sekolah anak-anak pribumi, berkebalikan dengan Kweekschool.

Adapun baju bagus yang dikenakan oleh murid-murid Normaalschool, itu karena mereka sedang ada di tahun pengajaran baru. Baju yang mereka kenakan (seperti yang tampak pada foto), adalah baju terbaik yang ada di koleksi lemari keluarga mereka.

Para orang tua yang berkedudukan tinggi, ningrat, saudagar, lebih memilih menyekolahkan anaknya di Kweekschool daripada Normaalschool. Meskipun sama-sama sekolah guru, tapi beda bahasa pengantar. Kweekschool menggunakan bahasa Belanda. Lebih bergengsi dan bersifat mengangkat status sosial, juga karena tamatan Kweekschool lebih berpeluang untuk menjadi seorang elit Hindia Belanda.

Meskipun sederajat, dalam kondisi tertentu siswa lulusan Normaalschool bisa meneruskan di Kweekschool. Misalnya, dia adalah siswa berprestasi di Normaalschool, maka bisa saja dia berpeluang untuk melanjutkan di Kweekschool.

Kembali tentang tampilan baju. Semisal ada siswa yang berpakaian tidak sesuai dengan selera Belanda, maka yang mendapat teguran keras adalah gurunya.

Siapa yang mengawasi kinerja guru Normaalschool? Tidak lain adalah para Asisten Residen. Mereka diperintahkan untuk mengawasi sekolah dengan ketat, dan memeriksa apakah guru-guru sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan. 

4. Usia Abdoel Moeki adalah 15 tahun.

Jika menengok buku karya Elizabeth E. Graves (yang berjudul, Asal-usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial Belanda abad XIX/XX), disebutkan bahwa, untuk masuk Normaalschool, para siswa tidak perlu tamat sekolah nagari (atau sekolah desa, atau Volkschool), tapi mereka setidaknya harus berumur 14 tahun.

Argumentasi yang lain. Untuk masuk Normaalschool harus lulus dari Vervolg atau Sekolah Kelas II (lebih populer dengan istilah Sekolah Ongko Loro). Sekolah yang dirancang khusus untuk pribumi ini memiliki masa studi 5 tahun. Sebelumnya, harus menempuh Sekolah Desa dengan masa studi 3 tahun.

Masa Hinda Belanda tidak ada Kelompok Bermain (Speel Groep) dan sekolah TK (Voorbels). Siswa pribumi belum boleh memasuki sekolah desa jika belum berusia 7 tahun. Pengecualian untuk yang berumur 6 tahun tapi tangan kanannya sudah bisa menggapai telinga kiri, masih bisa dikompromi. Untuk sekolah-sekolah dasar yang berbahasa pengantar Belanda, diperbolehkan memulai studinya di usia 6 tahun.

Berhubung Moeki adalah pribumi biasa, dia akan menempuh sekolah di Sekolah Desa selama tiga tahun, dan masuk pada usia 7 tahun. Ketika berumur 10 tahun, Moeki melanjutkan sekolahnya di Sekolah Ongko Loro atau Vervolg, dengan masa studi 5 tahun. Jadi dia lulus dari Vervolg di usia 15 tahun, kemudian melanjutkan ke Normaalschool.

5. Abdoel Moeki dilahirkan di tahun 1908.

Berpatokan pada angka tahun dalam foto, saat itu Moeki berusia 15 tahun. Jadi tahun kelahirannya adalah 1923 - 15 = 1908.

6. Abdoel Moeki berusia 37 tahun ketika Indonesia merdeka.

Mohon maaf, poin enam ini hanya prediksi saya saja, sama sekali tidak ada maksud mempermainkan hal yang ghaib. Bermaksud untuk memudahkan saya dalam mengimajinasikan latar sejarah di masa hidup Abdoel Moeki.

7. Normaalschool itu sekolah guru yang terletak di Kebonsari. Dulu jalan menuju daerah ini biasa disebut dengan jalan normal. Sekarang gedungnya digunakan untuk markas Yon ARMED Jember.

Tadinya saya mengira gedung Normaalschool berada di Het sociëteitsgebouw te Djember, ternyata sumber yang lebih rinci mengantarkan saya ke sana.


Eyang Roekanti

Saya mendapatkan informasi tersebut dari berbagai sumber. Baik dari balik meja, maupun data lisan. Salah satunya saya dapatkan dari Eyang Roekanti. Wawancara sederhana itu saya lakukan pada 12 November 2012, di kediaman Eyang Roekanti, Jalan Rasalama 36 - Jember.

"Saya dilahirkan di Ngawi, 26 Januari 1918. Tahun 1932, barulah saya ke Jember, ikut orang tua. Empat tahun kemudian, saya menikah dengan Eyang Koesdi. Nah, suami saya ini yang masih keponakannya Notohadinegoro."

Itu adalah kalimat pembuka dari Eyang Roekanti.Hingga akhirnya beliau menyebutkan letak / lokasi gedung Normaalschool yang sebenarnya. Di daerah Kebonsari - Jember.

Seterusnya..

Perburuan saya tentang ABD. MOEKI memang jauh dari kata selesai, karena sedari awal saya tidak memberi batasan tentang garis finish-nya. Sementara hanya ini yang bisa saya dapatkan. Namun dari yang sedikit ini, saya memungut banyak hal tentang kisah pendidikan di Indonesia.

Yang membuat saya terpana (dan sedikit marah) adalah kenyataan bahwa Normaalschool dipandang sebelah mata, teristimewa oleh si pembawa sistem itu sendiri.

Bahwa Normaalschool adalah sekolah kelas rakyat, berbahasa pengantar bahasa daerah, dan dianggap terbelakang dibanding sekolah-sekolah berbahasa Belanda, bisa anda simak dari kisah P. Swantoro saat mewawancarai W.J.S. Poerwadarminta (dalam bentuk spoiler).

Penggalan Kisah dari Pak Poerwa:
Penggalan kisah P. Swantoro saat mewawancarai W.J.S. Poerwadarminta:

Pada tahun 1963, saya sempat mewawancarai Poerwadarminta untuk keperluan majalah Intisari. Ia berkisah, di jamannya dulu, gaji seorang guru lulusan Normaalschool hanya 40 gulden, sedangkan lulusan Kweekschool, sekolah guru yang juga empat tahun, tetapi berbahasa-pengantar Belanda, 75 gulden. Karena itu, para siswi sekolah guru menjuluki guru-guru lulusan Normaalschool "sego abang" (nasi merah), sedangkan lulusan Kweekschool "sego putih" (nasi putih). Ejekan menyakitkan inilah yang memacu Pak Poerwo, dan barangkali juga sejumlah rekannya, untuk mempelajari bahasa-bahasa asing, khususnya bahasa Belanda.
Syukurlah, Indonesia memiliki bunga-bunga bangsa yang hebat dalam memberi sentuhan pada dunia pendidikan di negeri ini. Diantara yang banyak itu, salah satunya adalah Kyai Ahmad Dahlan. Beliau bisa memberi polesan indah pada sejarah pendidikan di negeri ini.

Pandangan Pertama : ABDOEL MOEKI

Cinta itu ajaib. Konsep kedatangannya sama seperti datangnya rejeki. Bisa hadir kapan saja, dan dari tempat yang tidak kita sangka-sangka. Cinta juga tidak butuh alasan. Kenapa kita mencintai seseorang, itu semua kadang ada diluar kuasa kita. Lagipula, jatuh cinta itu sesuatu yang berbeda dengan pengambilan keputusan.

Ya, saya jatuh cinta pada sosok ABD. MOEKI. Dari cinta itu, lahirlah sebuah blog rzhakim.blogspot.com, tempat dimana saya menuliskan segala pertanyaan tentang Normaalschool, Abdoel Moeki, dan Jember di tahun 1923. Jangan tanya kenapa saya melakukan itu, karena saya juga tidak tahu sebab pastinya.

Itulah sepenggal kisah dari saya, yang senang memburu keindahan masa lalu. Dimulai dari pandangan pertama pada selembar foto, hingga jatuh cinta pada sosok ABD. MOEKI yang misterius.





Kematian Sang Cakil di Mata Moeki

$
0
0
Pagelaran Wayang Orang di Jember tahun 1923, untuk merayakan dua puluh lima tahun Kepemimpinan Ratu Wilhelmina


Jember, 1923...

Suasana kelas di de 'normaalschool voor inlandse tampak gaduh, jauh berbeda dengan hari-hari biasanya. Itu semua dikarenakan mereka baru saja masuk kelas, setelah sepuluh hari sebelumnya diliburkan. Ini adalah waktu yang indah bagi mereka untuk saling berbagi cerita tentang masa liburan di rumah masing-masing. Maklum, Normaalschool adalah sekolah guru (usia 14 - 15 tahun ke atas) yang berbasis asrama.

Dari sekitar 20 siswa lebih yang ada di kelas itu, ada satu orang yang tidak berselera untuk berbagi kisah dengan kawan-kawan lainnya. Dia hanya diam, merunduk, sesekali menerawang. Dialah ABD. MOEKI, salah seorang siswa Normaalschool Djember.

Oleh kawan-kawan sesama siswa Normaalschool, Moeki dikenal sebagai siswa yang cerdas, pemberani sekaligus nakal. Moeki senang melempar pertanyaan pada sang guru, tentang hal-hal yang bahkan oleh kawan-kawannya tidak terpikirkan. Ya, dia berani melemparkan tanya yang seperti itu. Itu juga yang membuat kawan-kawannya memberi embel-embel 'cerdas' di belakang nama Abd. Moeki.

Moeki berani tampil beda, bahkan jauh berbeda dengan selera massa. Namun itu semua membuatnya dilabeli 'nakal' oleh guru-guru, para Asisten Residen (yang mengawasi kinerja guru Normaalschool), dan Europese onderwijzer (guru Eropa) yang sesekali melakukan inspeksi mendadak.

Kenakalan Abd. Moeki dimulai sejak hari pertama di Normaalschool. Itu adalah hari dimana pihak sekolah wajib melakukan foto bersama. Syaratnya, semuanya harus berpenampilan menarik. Memakai jas, udheng atau blangkon, dan mengenakan dasi bagi yang punya. Satu lagi syarat yang tidak boleh ditinggalkan, sebuah papan yang bertuliskan identitas sekolah beserta tanggal pemotretannya. Setidaknya, itu adalah pelajaran pertama untuk para siswa, tentang sadar sejarah.


Moeki dan kawan-kawan

Nah, di hari pertama itulah Moeki membuat ulah. Dia membawa serta plakat nama (yang tertulis namanya) yang seharusnya dilarang keras untuk dibawa keluar. Plakat itu digunakan untuk mempermudah para guru dalam menghafal nama-nama muridnya.

Moeki memang berbeda, seberbeda perangainya pagi ini. Kenapa Moeki murung?

Kisah Tentang Wayang Orang BlogCamp Budhoyo

Ternyata Moeki masih mengingat malam pagelaran Wayang Orang BlogCamp Budhoyo, pada sebelas hari yang lalu. Ya, masih terekam jelas dalam memorinya tentang lengkingan suara Pakdhe Mudhoiso, tetangganya di kampung. Pertanyaan-pertanyaan liar yang berkeliaran di kepalanya, itulah yang membuatnya murung. Kenapa Pakdhe Mudhoiso tewas dibalik layar? Benarkah Pakdhe ditusuk keris dengan sengaja oleh Bu lik Rikmo Sadhepo? Tapi kenapa?

Tiba-tiba suasana kelas menjadi hening. Moeki yang saat itu masih hanyut dalam imajinasinya sendiri, segera tersadar dan mencoba bersikap tenang, seolah-olah dia sedang tidak memikirkan apa-apa.

Seorang guru Normaalschool masuk ke dalam kelas. Dia tidak sendirian. Ada seseorang di sampingnya. Bukan guru Eropa, bukan pula Asisten Residen H.A. Voet (Residen Besoeki). Dia adalah Inspektur Suzana. Cantik. Bahkan anak-anak pribumi seperti Moeki pun mengerti jika Inspektur Suzana itu cantik. Entahlah, mungkin karena Moeki dan kawan-kawan senang membolak balik majalah Nederland yang ada di perpustakaan sekolah.

Suasana kelas sudah tenang, jadi sang guru tidak perlu repot-repot mengkondisikan keadaan. Dia segera mempersilahkan Inspektur Suzana untuk bicara. Sementara itu, sepasang mata Inspektur Suzana masih sibuk menjelajahi sudut-sudut kelas. Dia mendapati meja kursi yang bagus, yang kesemuanya terbuat dari kayu jati tua. Lalu matanya diedarkan pada dinding kelas. Ada peta dunia, peta Eropa, Jawa dan Belanda. Jam dinding, beberapa alat ukur yang sengaja dipajang, juga alat peraga berupa tengkorak kepala manusia, dan struktur telinga.

Setelah keheningan yang panjang itu, tak lama kemudian Inspektur Suzana mulai berkata-kata.

Cerita Dari Inspektur Suzana

"Ini tentang Wayang Orang BlogCamp Budhoyo yang kalian tonton bersama-sama, sebelas hari yang lalu. Kalian tahu kan, di sana telah terjadi insiden. Tugas saya di sini untuk memastikan semuanya baik-baik saja, dan suasana belajar mengajar kalian tidak terganggu." Kata-kata pembuka dari Inspektur Suzana terdengar sangat merdu di telinga Moeki. Entahlah, mungkin karena beliau cantik.

Kemudian Inspektur Suzana meneruskan kalimatnya. Kali ini dia bercerita tentang alasan dibalik digelarnya Wayang Orang BlogCamp Budhoyo. "Itu untuk memperingati / menandai ulang tahun masa pemerintahan Yobel Ratu Wilhelmina yang ke-25."

Moeki kembali menerawang. Ya dia tahu siapa itu Ratu Wilhelmina. Waktu dia masih memulung ilmu di sekolah ongko loro, gurunya pernah mengajarkan itu.

Lamunan Moeki tentang kehidupan Ratu Wilhelmina

Ratu Wilhelmina terlahir pada 31 Agustus 1880. Ia adalah anak satu-satunya dari Raja Willem III dan istri keduanya, Ratu Emma dari Waldeck - Pyrmont. Masa kecil Wilhelmina ditandai dengan hubungan yang sangat dekat dengan orangtuanya, khususnya dengan sang ayah. Sang Ayah (Raja Willem III) telah berusia 63 tahun saat Wilhelmina lahir.

Saat Wilhelmina dilahirkan, hanya ada peluang kecil baginya untuk mewarisi tahta. Karena Raja Willem sudah memiliki 3 putra dari istri pertama, Ratu Sophie. Namun, Willem kehilangan semua putranya (putra terakhir meninggal saat Wilhelmina berusia 6 tahun). Itulah kenapa pada akhirnya tongkat estafet kekuasaan diserahkan pada Wilhelmina kecil.

Raja Willem III wafat pada tanggal 23 November 1890 dan meskipun Wilhelmina seketika menjadi Ratu Belanda, ibunya Emma ditunjuk sebagai wali sampai usia Wilhelmina mencapai 18 tahun.

Jadi, bila ada pertanyaan, sejak kapan Wilhelmina menjadi Ratu Belanda? Jawabannya, sejak 23 November 1890, saat usia Ratu masih 10 tahun. Itulah faktanya. Tapi secara hukum, Wilhelmina menjadi Ratu sejak 1898, sepuluh tahun sebelum Moeki lahir.

Masih Tentang Cerita Dari Inspektur Suzana

"Jadi anak-anak, begitulah kisah sebenarnya. Bapak Mudhoiso yang waktu itu berperan sebagai Cakil, tewas karena dia terpeleset saat layar telah diturunkan. Karena terpeleset itulah, dia tak sengaja ambruk ke arah Ibu Rikmo Sadhepo, pemeran Arjuno di cerita Wayang Orang BlogCamp Budhoyo. Sebelumnya memang ada adegan Cakil tertusuk oleh keris 9 luk nya sendiri, oleh sebab pergelangan tangan Cakil diputar oleh Arjuno dengan ujung keris mengarah ke tubuh Cakil. Tapi itu adegan murni. Dan yang terjadi di balik layar adalah kecelakaan di luar adegan, dan itu juga murni kecelakaan."

Moeki gelagapan demi mendengar penjelasan rinci dari Inspektur Suzana. Ah, ternyata dia terlalu lama melamun. Hinga ketika sadar, dia langsung mendengar titik masalah. Tapi tak apalah, setidaknya kini Moeki mengerti apa yang terjadi.

Inspektur Suzana kembali berkata-kata. "Tugas saya di sini adalah untuk memastikan kalian baik-baik saja, tetap belajar, dan tidak terpengaruh dengan issue yang berkembang di luar asrama Normaalschool."

Issue Yang Berkembang Diluar Sana

Hmmm, ya ya ya. Moeki mengerti sekarang, kenapa Inspektur Suzana bersusah-susah menjelaskan ini kepada siswa siswi Normaalschool Jember. Moeki tidak menutup telinga. Di luar sana, orang-orang sedang memperbincangkan kematian Pakdhe Mudhoiso.

Menurut rumor yang Moeki dengar, Pakdhe Mudhoiso terlahir dengan nama Mudhoiso Munawar. Beliau adalah pendatang dari Kediri, berharap bisa mengadu nasib di Jember, seiring kota kecil ini berubah menjadi kota perkebunan. Perubahan Jember ditandai dengan adanya rel kereta api, jalan yang menghubungkan antar perkebunan, dan pemukiman baru. Benar-benar menjadi daya tarik baru untuk wilayah Jawa Timur pedalaman (yang jauh dari pantai).

Adapun issue yang berkembang di luar sana, Pakdhe Mudhoiso sengaja dibunuh saat pagelaran Wayang Orang BlogCamp Budhoyo karena disangka bernama Munawar Muso, si pembawa embrio paham komunisme di bumi nusantara. Tapi bukan itu yang membuat pihak Belanda gerah. Muso disinyalir menerima perintah langsung dari Moskwa untuk melakukan pemberontakan kepada penjajah Belanda.

Ah, ternyata gara-gara salah sasaran. Kasihan Pakdhe Mudhoiso yang disangka Muso (dikenal juga dengan nama Musso atau Paul Mussotte). Dia orang yang baik, dan Moeki paham betul akan itu. Pakdhe Mudhoiso pernah membuatkannya layang-layang saat Moeki masih sangat bocah. Dan itu masih terekam jelas dalam memori Moeki.

Namanya Mudhoiso Munawar dan Bukan Munawar Muso

Ah, tak disangka ternyata pemerintah kolonial Hindia Belanda begitu paranoid dengan sebuah nama. Nama Pakdhe Mudhoiso adalah Mudhoiso Munawar dan Bukan Munawar Muso, Muso Manowar, Musso, Paul Mussotte, atau apalah. Dia orang baik, tapi kenapa harus dilenyapkan? Pakdhe Mudhoiso adalah orang yang baik, sungguh.

Moeki masih terlena dengan ruang imajiner yang dia ciptakan sendiri. Dia sudah tak peduli lagi dengan apa yang dikatakan Inspektur Suzana. Kini dimatanya, Inspektur Suzana tak lagi cantik seperti kesan pertamanya tadi. Bagi Moeki, Inspektur Suzana tak lebih hanyalah perpanjangan tangan dari penguasa daerah jajahan. "Politik ini sungguh menyebalkan, itulah kenapa aku harus pandai," pikir Moeki.

Tapi Moeki sadar, dia hidup di era 1920-an. Betapa sulitnya menjadi pandai di jaman yang seperti ini, dimana sistem sekolah pribumi seperti Normaalschool masih terikat dengan sistem dualisme, korkondansi (bahwa pendidikan di daerah penjajah di arahkan atau disesuaikan dengan pendidikan yang terdapat di negeri Belanda), sentralisasi, dan bagaimana caranya agar sistem ini bisa berjalan untuk menghambat gerakan nasional. Dengan kata lain, masyarakat bumi putera tidak akan bisa memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Semua serba dibatasi. Bahkan mereka dengan sengaja membunuh kesadaran bumi putera akan jiwa merdeka.

Penutup

Kematian Pakdhe Mudhoiso membuat Moeki sadar, bagaimanapun (dan dengan cara apapun) dia harus pandai. Ini penting. Moeki tak mau lagi terbodohi keadaan. Indonesia harus merdeka, bebas dari segala macam penjajahan, bahkan jika itu hanyalah penjajahan produk asing.

Moeki menutup imajinasinya dengan mengingat kembali apa yang dulu pernah Pakdhe Mudhoiso katakan, saat Moeki masih sangat bocah.

"Nak, suatu hari kamu harus bisa membuat layang-layang sendiri, jangan bisanya hanya merengek dan minta dibuatkan. Cepat atau lambat kamu harus mandiri, karena esensi dari kata merdeka adalah semangat kemandirian."


Peri Kecilku Menikah

$
0
0
Apikecil bersama Perikecil


Namanya Tita, tapi saya biasa memanggilnya Ntit. Dialah perempuan pertama di Universitas Jember yang pertama kali Prit (istri saya) kenal, suatu hari di tahun 2004. Saat Prit baru pertama kali menginjakkan kakinya di kota sejuta rasa, Jember.

Tita adalah tempat dimana saya seringkali bertanya seputar dunia perempuan. Baik tentang gaya hidup, pola pikir, maupun hal-hal yang sepele tapi saya tidak tahu. Mungkin saya salah, menanyakan perihal keanggunan kepada perempuan setomboy Tita. Namun saya memiliki satu alasan sederhana. Saat bertanya padanya, saya merasa nyaman.

Hal itu tidak terjadi ketika Tita sedang ada masalah dan butuh teman bicara. Dia tidak balik bertanya kepada saya. Entahlah, barangkali saya bukanlah tipe kakak yang baik, haha. Ya ya, saya akui, untuk beberapa hal, Tita sering mendapat teguran keras dari saya.

Suatu hari saya membuatkan Prit sebuah nama blog. Apikecil. Nama itu kadang juga Prit gunakan sebagai nama pena. Itu membuat saya berpikir. Jika Prit saya panggil apikecil, bagaimana dengan Tita? Tidak mungkinlah saya menamainya apibesar meskipun Tita bertubuh bongsor, hehe. Lalu, entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saya sudah mempersembahkan sebuah nama kepada Tita. Peri kecil.

Dan kemarin, pada 9 Januari 2013, Tita menikah. Seorang lelaki tampan asal Medan bernama Bagus telah menggenggam hatinya. Selamat menikah ya Bagus dan Tita, semoga indah dunia akhirat. Pesan untuk Tita hanya satu, tetaplah menjadi peri kecil.

Bagaimana Jika Saya Salah

$
0
0
Saya tidak tahu kenapa tiba-tiba saya ingin menulis. Semestinya sekarang saya tidur. Ada banyak hal yang harus saya lakukan hari ini, dan itu semua butuh tenaga ekstra. Tapi, saya lebih memilih untuk memenuhi keinginan hati. Menulis di blog acacicu.

Ini tentang on air semalam (di radio lokal). Tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Mbak Etty dan Mas Putra selaku pemandu acara Zona Edukasi - CLBK on air. Ketika saya menjawab sederet pertanyaan, ketika saya menyampaikan gagasan tentang pengolahan sampah sederhana, ketika saya menawarkan sebuah konsep dan berharap itu bisa disempurnakan oleh kawan-kawan yang mendengarkan acara tersebut, dan ketika-ketika lainnya, itu semua membuat saya berpikir. Bagaimana jika saya sendiri lupa dengan apa yang saya ucapkan?


Keresahan saya saat ini, membola salju dan menjadikannya segerbong kegelisahan. Kesemuanya mengingatkan saya pada acara radio sebelum-sebelumnya. Ya saya masih ingat, suatu hari ada seorang penyiar radio bertanya pada saya dan kawan-kawan (keluarga tamasya). Pertanyaan sederhana. Tentang seberapa besar rasa cinta anak-anak tamasya band terhadap lingkungan? Lalu salah seorang dari kami menjawab lugas, "sebesar lirik lagu yang kami ciptakan."

Bagaimana jika suatu hari nanti saya lupa dengan apa yang dulu pernah saya ucapkan? Saya ingin mengingat semuanya, ingin melaksanakan kata, ingin tidak berbohong, tapi saya adalah seorang manusia yang dilengkapi dengan sebuah program kehidupan bernama lupa.

Di bulan Desember 2012 yang lalu, saya absen tidak menulis (di blog acacicu ini) selama 21 hari. Selama itu pula saya membaca kembali tulisan-tulisan yang pernah saya torehkan. Menyenangkan, kadang saya tertawa sendiri saat membacanya. Tapi... sesekali saya terdiam dan dibuat membisu oleh huruf demi huruf yang pernah saya tuliskan sendiri. Ya, untuk beberapa hal, saya tidak bisa mewujudkannya. Ingin sekali saya merubah tulisan-tulisan itu menjadi seperti yang saya inginkan. Namun, atas nama proses, niat itu saya urungkan.

Saya tahu, daur ulang dan mengumpulkan barang bekas tak bisa mencegah datangnya sampah dari berbagai sisi. Itu bukan solusi kolektif. Tapi saya berkeyakinan, selama masih belum ada konsep yang sempurna dalam menangani masalah lingkungan, maka saya akan tetap terbang kemana hati membawa. Saya akan tetap dengan keyakinan ini. Tetap bernyanyi, berkarya, dan tetap berdansa dengan alam raya.

Bagaimana jika saya salah?

Ah, sepertinya saya sedang butuh bertamasya hati.

Catatan Anak Rimba Peniti Benang

$
0
0
Orang Rimba


"Tolong Tuhan, biarkan kami hidup di hutan, jangan biarkan hutan habis. Aku ingin hidup di alam yang bebas, menghirup udara yang segar, menyentuh pohon-pohon yang telah memberiku nyawa. Saat angin bertiup di sela pepohonan, tubuh dan jiwaku pun hidup, dan hatiku bersuka ria. Saat itulah aku teringat akan nasib hutanku. Mengingat orang-orang yang baik hatinya membantu perjuangan kami selama ini, takkan pernah kulupakan selamanya.."

Mengutip dari buku harian anak rimba Peniti Benang, 15 tahun. Catatan ini tertanggal 15 September 2005. (di-bahasa Indonesia-kan).

Sedikit Tambahan

Kepada Fawaz, Okta Lunk dan Propa Nanda. Foto-foto di atas aku ambil dari facebook kalian. Terima kasih atas cerita dan inspirasinya tentang suku orang Rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas. Aku semakin kaya cerita setelah beberapa hari kemarin Propa nanda pulang ke Panaongan Patrang (dan minggu depan kembali lagi ke sana). Hmmm, ternyata tidak cukup hanya dengan lagu.

Ngopi Bareng Bang Jhon R. Tambunan

$
0
0
Tanjung Papuma, 13 Januari 2013

Hari masih terlalu pagi ketika saya memutuskan untuk melangkahkan kaki mengitari jalanan Papuma yang berpaving. Meski semakin menjauh dari tenda, tapi suara ombak masih bisa dengan mudah saya dengar.

Di ujung sana ada terlihat deretan warung-warung yang sengaja ditata berjajar. Ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi, satu persatu lampu warung mulai dipadamkan. Namun, masih ada satu warung yang benderang. Di warung itulah Bang Jhon melambaikan tangannya ke arah saya.

Pagi yang indah bersama Bang Jhon, mie goreng plus telur, dan secangkir kopi. Lebih indah lagi saat kawan-kawan yang lain turut bergabung di warung tersebut. Pelan tapi pasti, ocehan kawan-kawan diiringi oleh sang mentari yang semakin tak malu menunjukkan sinarnya.


Bang Jhon dan Prit, ngopi sambil mendengar debur ombak Papuma. Dijepret dengan kamera hape jadul, maap kalau agak buram

Hmmm, saya masih ingat ketika suatu hari ngopi bareng Bang Jhon di tempat biasanya. Kedai Gubug. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saya terhanyut oleh kisah lelaki asal Padangsidimpuan (Sumatera Utara) ini.

"Saya lulus SMP pertengahan 90-an. Lalu oleh Bapak, saya disuruh mencari sekolah sendiri. Di Jakarta. Bapak saya bilang, 'kau carilah sekolah di sana. Setelah dapat, kasih kabar. Nanti biar Bapak kirimkan uang yang kau butuhkan.' Itu yang Bapak saya katakan."

"Trus Bang Jhon berangkat sendirian?," tanya saya.

"Iya Mas. Waktu itu Ibu nangis. Bapak justru marah. Dia mengatakan pada Ibu kalau anak lelakinya yang satu ini memang butuh mandiri sejak dini, biar nakalnya nggak lama-lama, haha..."

Ah, Bang Jhon memang beda.

Sesampainya di Jakarta, hal pertama yang Bang Jhon lakukan adalah mencari tahu dimana lokasi terdekat Pos Polisi. Katanya, untuk numpang istirahat. Saat Bang Jhon menemukannya, tak dinyana ada salah seorang polisi yang membantunya dalam banyak hal, bahkan sampai mencarikan Bang Jhon pilihan-pilhan sekolah.

"Akhirnya saya terdaftar sebagai siswa baru di SMK Diponegoro - Jakarta. Orang rumah segera saya hubungi, dan Bapak sudah mempersiapkan sejumlah uang untuk saya. Nah, balik lagi ke Bapak Polisi yang baik hati itu Mas. Sebelum Bapak itu pergi berlalu, saya sempat meminta nama dan alamatnya. Beliau lalu menuliskannya untuk saya, di potongan kertas. Syukurlah, gara-gara kertas itu, hubungan saya dengan beliau masih terjaga hingga sekarang."

Bang Jhon mengatakan itu dengan mata yang menerawang. Entahlah, mungkin dia sedang bernostalgia dengan masa lalunya sendiri.

Saya kagum melihat kemandirian Bang Jhon selama sekolah, lulus dan bekerja, pindah beberapa kota, lalu sampai ke Sidoarjo - Surabaya, hingga akhirnya mancep di Jember.

Kabarnya, sebentar lagi Bang Jhon sudah akan siap dipindahtugaskan (oleh perusahaan) ke wilayah 'sepi' yang membutuhkan tangan kreatifnya. Dalam hati saya berkata, "Jasik perusahaane Bang Jhon iki, nggarai aku kilangan konco ngopi ae." Tapi tak mungkinlah saya mengatakan itu di depan Bang Jhon, haha.. Bercanda.

Sip Bang, terbanglah kemana hati membawamu.

"Byuuur.."

Saya dikagetkan oleh suara ombak Papuma yang menerjang karang. Ah, rupanya lumayan lama saya merenung. Hampir saja saya terlewat dengan adanya sebuah berita duka. Dikabarkan bahwa sebelum pukul 07.00 WIB (pada 13 Januari 2013) pagi hari, ada 4 pelancong yang terseret ombak. Dua meninggal, satu selamat, dan satu lagi masih dalam pencarian. Turut berduka cita sedalam-dalamnya.

Saat itu kita di sana Bang, menikmati kopi yang sudah mulai anyep, sambil menanti dimulainya acara bersih-bersih pantai, bersama kawan-kawan CLBK dan lainnya. 

Oke dah Bang, tulisan ini sudah lumayan panjang. Saya tutup dengan membuka satu rahasia. Ya, saya tahu kenapa Bang Jhon suka sekali dengan kopi kental. Itu karena Bang Jhon suka blusuk'an, hehe..

Tetap berdansalah dengan hobimu (photograpy), dan tetaplah menjadi bintang di langit (seperti lirik lagu padi), haha..

Saya mau nemenin Prit packing dulu Bang, siap-siap meluncur ke lebatnya hutan TN. Meru Betiri. Ada acara DIKLATSAR Pencinta Alam di sana.

Salam Lestari!

Saat Itu Hujan Tik Rintik

$
0
0
Sudah dua hari ini saya, apikecil, dan kawan-kawan yang ada di panaongan selalu menikmati sore dengan bersepeda ria. Gara-garanya, di rumah ada empat sepeda BMX dan satu sepeda DJ (lebih besar dari BMX) milik Mas Mungki. Sepeda-sepeda tak berbensin tersebut seperti awe-awe dan ingin selalu ditunggangi, hehe.

Setiap kali bersepeda, entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saya sudah merasa seperti gaet saja. Itu lantaran kawan-kawan senang melempar tanya tentang ini itu. Yang sekiranya saya tahu pasti akan saya jawab. Tapi jika saya tidak tahu, maka saya akan bilang, "aku durung ngerti reeek..."

Padahal destinasinya hanya dari rumah menuju alun-alun kota Jember. Untuk menuju ke titik tujuan, saya harus membelah JL. Slamet Riyadi - Pertigaan Dr. Soebandi - JL. Letkol M. Sroedji - JL. PB. Soedirman - baru kemudian tiba di alun-alun.

Dimulai dari jalur depan rumah, yaitu JL. Slamet Riyadi 135 Patrang - Jember.

Sambil mengayuh saya ngoceh, "Pak Slamet Riyadi iki lahire nang Surakarta tanggal 26 Juli 1927, dan meninggal di Ambon, pada 4 November 1950. Beliau meninggal di usia yang sangat muda, 23 tahun, dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI Anumerta.


Di Surakarta sendiri nama Pak Slamet Riyadi juga diabadikan menjadi nama jalan, dengan penulisan yang lengkap yaitu; BRIGJEN SLAMET RIYADI. Berbeda dengan di Jember yang tanpa embel-embel Brigjen. Foto dari wikipedia.


Patung Slamet Riyadi di depan Rumah Sakit AD Slamet Riyadi, Surakarta. Foto dari wikipedia.

Berikutnya bisa ditebak, saya juga berkisah tentang siapa itu Dr. Soebandi, Letnan Kolonel M. Sroedji, dan Panglima Besar Soedirman. Menyenangkan bisa bertamasya sejarah rame-rame.

Ketika melintasi sepanjang jalan M. Sroedji, ada yang membuat saya tertarik. Tidak lain adalah tentang penamaan jalan di papan jalan.


Dokumentasi pribadi. Dijepret pada 2 Februari 2013 menjelang maghrib.

Masyarakat secara swadaya membuat papan nama untuk mempermudah kinerja pak pos. Tepat di sebelah kanannya, pihak penyelenggara daerah kota Jember juga memberikan plang (papan nama) berwarna hijau bertuliskan nama yang sama. Hanya saja, yang ini diberi embel-embel KH (Kyai Haji).

Orang-orang Jember menyebut nama Pak Sroedji dengan ejaan yang berbeda-beda. Ada yang melafalkannya dengan ejaan masa kini, Seruji, adapula yang menulis namanya dengan Serudji. Jika dilihat dari nama Universitas yang memakai nama beliau, kita akan menjumpai ejaan ini, Moch. Sroedji. Itu berbeda dengan ejaan nama yang ada di nisannya, Mohamad Sroedji.

Dari saya sendiri, setiap kali menuliskan nama beliau, saya lebih sering menuliskannya seperti ini. Pak Sroedji, atau M. Sroedji, atau Letnan Kolonel M. Sroedji. Saya rasa, menyingkatnya menjadi M saja akan terasa lebih memberi rasa hormat.

Letnan Kolonel M. Sroedji adalah teladan Jember. Saya pernah menuliskan kisahnya di sini.

Hmmm.. setelah saya pikirkan masak-masak, ternyata judul tulisan ini gak nyambung blas dengan isi. Maaf ya sahabat blogger.. Tapi beneran kok, saya tidak bohong. Kemarin itu, saat kita bersepeda, hujan turun rintik-rintik. Orang Jember kalau ngomong rintik-rintik kan tik rintik. Jadi saya tuliskan saja seperti itu, hehe..


Sehabis tik rintik, sore yang cerah mulai menyapa, tapi tidak lama. Sang mentari buru-buru tenggelam. Sudah waktunya berbagi tugas dengan rembulan dan bintang-bintang.

Oke, sekian dulu cerita tentang jalan-jalannya. Nanti akan saya sambung lagi. Salam jreng jreng jreeeeng...

Ketika Bapak Masih Muda

$
0
0
Bapak dilahirkan pada 1 Januari 1950. Saat itu Jember tak sewarwer-warwer hari ini. Ya maklumlah. Waktu terus bergulir dan Jember ikut bersolek diantara waktu yang menderap.

Ketika Bapak masih muda, suasana musik nusantara tidak sehingar bingar sekarang. Penyanyi dengan format band jauh lebih sedikit dibanding dengan penyanyi solo. Nah, salah satu diva yang bersinar saat itu adalah Tetty Kadi.

Hasil rekaman perdana Tetty Kadi beredar tahun 1966. Yang Bapak sukai dari album piringan hitam pertama Tetty Kadi adalah lagu berjudul Sepanjang Jalan Kenangan, Bunga Mawar, dan Teringat Slalu.

Saat itu Bapak sudah berusia 16 tahun.

Bapak tidak terlahir dari keluarga kaya raya seperti keluarga Salim Arifin. Mbah Kung Sura'i (Bapaknya Bapak) hanyalah seorang masinis PJKA DAOP 9, sedangkan Mbah Uti seorang penjual rujak yang warungnya ada di belakang STM Negeri (sekarang SMP 10) Jember. Tapi keluarga kecil ini memiliki sebuah radio berukuran jumbo, khas model radio jaman dulu.

Berbekal radio berwarna coklat itu, Bapak gigih mencari gelombang yang menyiarkan lagu Tetty Kadi. Kata Bapak, radio yang paling sering memutar lagu-lagu kesayangannya adalah Radio Hasanuddin. Pemancarnya berada di JL. PB Soedirman Jember. Pemiliknya adalah Mayor Syafi’oedin (maaf semisal salah eja).

Ada juga radio-radio lain di kota kecil Jember, selain radio Hasanuddin. Misal; Radio Angkatan Muda. Radio ini populer dengan nama RAM, bertempat di Jalan Dr. Soebandi (sekarang berganti nama menjadi jalan Nusa Indah Jember). Tepatnya di rumah Dr. Arman, depan gang Nusa Indah III.

Ada lagi, namanya Radio Kannasta. Juga berlokasi di jalan Dr. Soebandi (Nusa Indah). Stasiun radionya ada di Rumah Dokter Gigi Vander Heide. Dr. Vander Heide memiliki seorang anak bernama Polce. "Polce iki jaman mbiyen terkenal le," kata Bapak. Entah terkenal dalam hal apa, saya tidak tahu.

Yang pernah bermukim di Jember mungkin tahu dengan gedung Bank Mandiri di seberang kanannya Kantor Bupati. Sebelumnya, ini adalah gedungnya Bank Bumi Daya. Nah, di sini dulu pernah berdiri stasiun radio bernama RADIO SEMERU 5. Letaknya ada di Jalan Semeru No. 5 (sekarang berganti nama menjadi JL. Wijaya Kusuma, gerbang kampung using Jember).

Di samping SMP Negeri 2 Jember (Ciliwung) dulu juga pernah ada stasiun radio, namanya RADIO GEZINA X 17.

RADIO SAA 7 adalah sebuah radio yang ada di JL. SAA No. 7 (Sekarang menjadi Jalan KH. Ahmad Dahlan). Bertempat di kediaman Mayor Kirman.

Syukurlah Bapak punya radio. Tapi meskipun tidak punya, Bapak masih bisa mendengarkannya di toko radio & piringan hitam Young Ming. Biasanya, di hari-hari tertentu (sabtu dan minggu), si empunya toko memutar musik (dengan sound siystem tempo dulu yang diarahkan ke jalan). Di sinilah muda mudi cangkruk sambil ndepis mendengarkan musik.

Saking populernya, oleh muda mudi tempat ini dikenal dengan nama radio sukses. Padahal itu bukan stasiun radio. Lokasi 'radio sukses' sendiri ada di Jalan Raya Sultan Agung Jember. Dulu jalur ini lebih dikenal dengan nama RASULTA alias RAYA SULTAN AGUNG.

Tentang Musisi Indie di Jember

Ketika Bapak masih muda, Jember sudah punya band lokal. Ada yang bergenre melayu, namanya Selendang Delima. Ada dua band dari perkebunan, namanya Getah Jaya dan The Silo's (saya tidak tahu ejaan yang benar untuk The Silo's, mungkin d' Silo's). Satu lagi bernama Lembayung.

Kalau Lembayung, saya pernah dengar sekilas kisahnya dari seorang teman bernama Donny Dellyar. Kabarnya, Bapaknya Donny adalah salah satu personil Lembayung. Sedangkan vokalisnya, Bunda Joyce Köhler. Iya benar, dulu Bunda Joyce Köhler pernah tinggal di Jember, mungkin sebelum melahirkan Ahmad Dani.

Dulu Bunda tinggal di Raung depan DKT Jember, terus pindah ke Jalan Irian depan Jember Klinik.

Pada tahun 1967, ada band putri di Jember. Para personilnya adalah Nanik Djamal, Joyce Köhler, Padi Mudmainah, dan Tutik Sidik (alm) pada drum. Sebelumnya, pada 1959 juga ada band putri bernama Muda Ria, sejaman dengan Dara Puspita. Waktu itu Bunda Joyce Köhler masih SMP kelas satu, sedangkan Bapak masih bocah (usia sembilan tahun). Freddy Rudi Paul Köhler, ayahanda dari Bunda Joyce Köhler, mengabdikan hidupnya di Jember sebagai pendidik hingga akhir hayat.

Ketika Bapak masih muda.. Ah, begitu banyak cerita. Bagi saya, menulis adalah tentang memulung dongeng-dongeng Bapak. Saya akan meneruskan kisah ini.

Nostalgia Milik Bapak

$
0
0
Cerita ini pernah saya tulis di jejaring sosial facebook, tapi hanya berupa potongan-potongan kisah. Tentang Jember di era akhir 1960-an, ketika Bapak masih muda.

Inilah gaya anak muda Jember di era Bapak. Merk-merk bajunya masih seputar tetron, santio, dan dril. Dril itu kain yang nekuk-nekuk, kalau mau dipakai harus disetrika dulu pakai kanji. Setrikanya masih setrika arang.

"Arek nom-noman jaman mbiyen iku senengane sing nggilap-nggilap. Lengene lancip (lengan panjang), kadang ditekuk separo. Model iki diarani gaya beattle."

Celananya sadel king alias ngapret. Sebelum sadel king, musimnya komprang. Meniru seragamnya ABK. Dulu di Jember masih belum musim celana jeans, entah bagaimana di kota besar. Ada sih yang punya, tapi satu dua orang saja.

Sabuk yang biasa digunakan adalah sabuk yang bertimang besar. Kadang berbahan perunggu. Sandalnya sandal nilex (model sepatu sandal). Kalau sandal ini putus, biasanya di lem, tidak langsung dibuang. Sebelum nilex, sudah dikenal sandal jepit merk swallow.

"Mbois wes nek sandale nilex utowo swallow," kata Bapak.

Biar semakin mbois, rambutnya anak muda-muda waktu itu dikewek. Caranya me-NGEWEK rambut: Ada alat semacam gunting yang diolesi minyak kelapa, lalu dimasukkan ke semprong (yang sudah dipanasi). Setelah panas, barulah alat itu dijepitkan ke rambut yang ditekuk.

"Ben rambute iso brintik, trus rodok ngombak."

Ya, tujuan dari kewek mengewek itu adalah agar rambut terlihat berombak dan keriting. Sayangnya, rambut yang dikewek hanya bisa bertahan semalam saja.

Ketika Bapak masih muda, minyak rambut yang terkenal adalah tancho. Pemuda-pemuda yang nggak mampu beli tancho, mereka akan membuat minyak rambut sendiri. Caranya, beli vaseline setengah ons. Lalu vaseline dipanasi agar mencair. Setelah cair, baru diberi pewangi. Pewanginya bisa memilih sendiri. Kalau kepengen beraroma melati, ya dicampur bunga melati. Maka jadilah minyak rambut yang mirip tancho.

Kata Bapak, "Vaseline jaman mbiyen iku sejenis stempet, tapi stempet sing paling apik."

Sabun yang populer di jaman itu adalah sabun Cap Gelang (untuk cuci-cuci sekaligus untuk mandi). Dijual per-kotak, warnanya biru muda. Kalau yang nggak punya uang, sabun mandinya pakai daun lamtoro (iku lek wes ngataq nemen). Di awal-awal masa pemerintahan Pak Harto, Bapak sudah mengenal sabun wing's.

Untuk cuci-cuci, bisa menggunakan klerek. Bersih dan wangi. Buah Klerek juga bisa digunakan untuk menjadikan rambut kita kaku. Dadi rambute iso ceng ngraceng. Bapak dan teman-teman seangkatannya tidak mengenal gaya rambut mohawk, jadi dia tidak pernah (atau jarang sekali) memanfaatkan klerek untuk rambut.

Bapak tumbuh di sebuah kampung berpenghuni padat. Jadi, saya tidak bisa memastikan apakah di era tersebut banyak pemuda Jember yang bergaya seperti Bapak, atau hanya karena Bapak saja yang tidak mampu membeli barang-barang mahal.

Selanjutnya..

Di era akhir 1960-an, orang Jember masih menyebut sepeda motor dengan nama DUT-DUT. Mungkin karena bunyi klaksonnya yang dut dut duut...

Tidak banyak yang memiliki dut-dut. Dari yang sedikit itu, diantaranya adalah Mbah Kaji Saleh Patrang (depan rumah saya), Pak Bandi (guru SMP 2 Jember), Pak Kartawan Kreongan (rumahnya di Bromo kampung templek, sepedanya Ducati). Satu lagi yang Bapak ingat, yaitu Pak Rola. Rumahnya ada di depan RS Paru.

"Jaman semono omah nang Kreongan sing onok hansipe yo omahe Pak Rola iku le. De'e nduwe CV jenenge CV. Rola. Nduwe drum band pisan. Iku jaman pas Kreongan sik rame," kata Bapak.

Iya, Kreongan dulu adalah daerah yang ramai, hingga era 1960-an. Di sana ada rumah sakit (kabarnya, dulu RS Paru adalah sebuah rumah sakit umum), ada sekolah teknik, ada pabrik es, dan ada lapangan olah raga milik PJKA yang dijadikan lapangan sepak bola untuk umum.

Hiburan di Jember wilayah kota biasanya seputar wayang kulit, wayang orang, teledhek (lengger), ludruk, janger, mocopat, patrol. Yang paling favorit saat itu adalah mocopat dan wayang kulit.

Ohya, kembali ke sepeda dut-dut. Berikut adalah merk-merk dut-dut yang ada di Jember. Ada Ducati, Norton, Radex, BSA, DKW, Sundap, Torpedo, Matchlesz, TWN, Areel, Impulse, dan HD. Merk-merk itu tidak mengeluarkan produk barunya per-tahun. Jangka waktunya lama. Itulah kenapa jalanan Jember lebih banyak dihiasi dokar, becak, dan sepeda pancal, daripada dut-dut.

Haripun berlalu..

Jalanan Jember semakin hari semakin ramai. Ya, meskipun tidak seramai hari ini.


Bapak yang di tengah, berbaju hitam, yang kedua telapak tangannya ada di bahu Ibu saya

Pada suatu hari, Bapak bertemu dengan Almarhumah Ibu saya. Waktu itu Ibuk masih bekerja di sospol UNED. Pandangan pertama itu berlanjut ke hari-hari penuh bunga. Tentang PDKT, tentang jalan-jalan keliling lun alun Jember pake' sepeda sundap, dan tentang lagu Tety Kadi yang berjudul Teringat Slalu.

Ceria Bersama Aldin dan Botol Kosong

$
0
0
Foto ini dijepret di panaongan (rumah saya) pada 21 Februari 2013, di sore yang hujan. Nampak si Aldin (keponakan tersayang) sedang asyik bercanda dengan botol kosong. Seolah-olah Aldin hendak berkata, "Hai Om dan Tante, mari kita budayakan daur ulang."

Pakai KamDig pinjaman merk KODAK EASYSHARE M341 Digital Camera

Salbut

$
0
0
Jarno rah kah masio kulitku potton, sing penting aku ngrenyeng karo awakmu. Ojok dirungokno omongan-omongan creme sing ceketer. Santai ae nduk, sing penting kene gak crekkeng, gak colbut, gak leter, gak kardiman, gak dim mekodim. Torot wes. Nek omongan-omongan mengsle iku dirongokno, malah nggarai cremet. Malah iso-iso tambah gunggungan.

Iyo pancen, dang kadang aku ker-ker alias rombuh. Tapi atiku gak corok. Aku ngerti kok, kapan wayahe ados, kapan wayahe nganggo klambi tak-kotak.

Beh, gak nyambung yo? Haha.. maklum, aku lagi nyon ngranyon. Iki ngono ra-gara Niar ngadakne Giveaway bahasa daerah. Berhubung aku bingung arep nggawe bahasa opo, akhire tak betteq nggawe boso njemberan ae wes.

Yo'opo pas iki terusane? Haha.. mak bedhe blogger nulis loger tat letat koyok ngene iki yo. Buru saiki paling. Iki nek diwoco wong njember dewe, iso-iso ditunjek aku. Paling-paling enek sing ngomong ngene, "Mara ra kah sing genna rek.." Jarno wes, tompes mak tompes. Sekalian ancor pessena telor, gak ngurus aku, dulat. Sing penting aku iso melu menyemarakkan giveaway-ne dulur dewe.

Wes ah, postingan iki tak tutup ae, timbangane tambah salbut. MERDEKA!

Terjemahan:

SALBUT: Menggambarkan benang yang kusut dan sulit diurai

Biarlah meskipun kulitku legam, yang penting aku sayang sama kamu. Tak usah kau dengar omongan-omongan yang tak berarti itu. Santai saja, yang penting kita nggak kikir. Nggak bohong, nggak banyak tingkah, nggak egois, nggak menang sendiri. Biarlah. Kalau omongan-omongan itu didengarkan, itu hanya akan membuat kita emosi. Bisa-bisa, mereka semakin menjadi-jadi.

Iya memang, kadang aku kurang menjaga kebersihan. Tapi hatiku tidak tuli. Aku ngerti kok, kapan waktunya mandi dan kapan waktunya memakai baju kotak-kotak.

Wah, nggak nyambung ya? Haha.. maklum, aku lagi nyerocos. Ini semua gara-gara Niar mengadakan GA bahasa daerah. Berhubung bingung mau menggunakan bahasa apa, akhirnya aku gunakan bahasa Njemberan.

Gimana ini terusannya? Haha.. Kok ada ya blogger nulis asal-asalan kayak gini. Mungkin baru sekarang. Ini kalau dibaca wong Jember sendiri, bisa-bisa aku ditunjek (tunjek: mengarah pada kekerasan, tapi digunakan pada saat-saat yang akrab alias guyonan). Paling-paling ada yang akan ngomong gini, “Ayo dong, jangan bercanda..” Biarlah, biar hancur sekalian. Ancor pessena telor itu artinya hancur uangnya telur, alias nggak balik modal. Apapun yang terjadi, yang penting bisa menyemarakkan GA-nya saudara sendiri.

Sudah ah, postingan ini ditutup saja, daripada semakin ‘mblarah’ kemana-mana. MERDEKA!
Bonus Surat Cinta ala Njemberan:

Dear Ojob..

Saat menuliskan ini, rinduku padamu sudah tak kenneng tidak. Langit Jember boleh saja ondem, tapi hatiku tar centaran. Bahkan semisal kau berkata, "Siah maktakker..! Mararakah sing genna Mas, kaddhuk reh!" Kau tahu, itu tak akan mengubah apapun.

Andai be'en mengerti, sedari kemarin aku ngen-ngen pengen nulis status pal tepelpal seperti ini. Pengen sra mesra'an sambil sesekali menikmati jajanan 'rudal' kambing dan gulung teleng.

Jek reng kamu itu, ngerongin. Aku takkan pernah bisa luppa (p-nya dua) sa-masa dimana kita masih bersama. Numpak ettrek sambi nggawe clono ejjin, maringono ettrek'e nyalip sepeda eggren + mobil ejjip. Essip pokok'e. Ayok Prit, saatnya nyruput kopi bareng sambil mencari kenangan yang naung.

Aku Cinta Bahasa Daerah

Postingan ini diikutsertakan di Aku Cinta Bahasa Daerah Giveaway

Desk Officer Olahraga dan Petualangan

$
0
0
Hmmm.. jadi ceritanya, keluarga besar Warung Blogger sedang ada proyek gotong royong membuat buku. Rencananya, buku ini nantinya akan diterbitkan melalui nulisbuku dotcom, sebuah perusahaan jasa layanan penerbitan untuk membantu mewujudkan impian semua orang menerbitkan buku secara GRATIS dan mudah.

Bagi anda yang ingin tahu bagaimana sih syarat dan kondisi yang ditetapkan oleh admin nulisbuku, anda bisa membaca artikel Pakde Cholik yang berjudul, Buku Karya Anggota Grup Warung Blogger:Terms & Conditions.

Di waktu yang lalu, seorang anggota webe cantik yang akrab dipanggil Ami Osar menawari saya untuk menjadi Desk Officer di bagian Olahraga dan Petualangan. Tentu saja saya mau, meskipun tadinya saya masih belum 'ngeh' dengan apa yang dimaksud Desk Officer, hehe..

Desk Officer Olahraga dan Petualangan

Baiklah, sekarang saya akan membahas tentang syarat-syarat penulisan artikel Olahraga dan Petualangan. Pada intinya sama seperti ketentuan yang ditetapkan oleh Desk Officer yang lain.

Penulisan Artikel Olahraga dan Petualangan

1. Blogger yang juga seorang anggota WB.

2. Tema artikelnya seputar dunia olahraga dan petualangan.

3. Jumlah kata 500-700 (kata), ketik di words, kertas A4, margin 3-3-3-3, Times new roman font 12 spasi 1,5. Untuk poin ini, saya nyontek milik Mbak RinRin Indrianie, Desk Officer Pelunisan Cerpen.

4. Diutamakan tulisan baru, meskipun tulisan lama (yang pernah dipublish di blog) juga diperbolehkan, asal memenuhi syarat.

5. Silahkan kirimkan naskah tulisan ke email saya acacicu@gmail.com dengan subyek [Olahraga&PetualanganWB] - Judul Tulisan – Nama penulis

6. Sertakan biodata singkat di badan email, berisi nama lengkap (atau nama pena), akun jejaring sosial facebook, URL Blog, dan deskripsi pendek tentang penulis. Data-data tersebut nantinya akan dicantumkan dalam buku, jika naskah tulisan anda terpilih.

7. DL 31 Mei 2013

Sedikit Tambahan

Tema olahraga dan petualangan itu luas, tapi sekaligus mengerucut. Dengan kata lain, di sini saya tidak perlu menentukan tema (yang lebih spesialisasi lagi). Jika anda suka tentang dunia olahraga sepatu roda misalnya, tuliskan saja pengalaman dan pengetahuan anda tentang itu, tentunya dengan gaya dan karya anda sendiri, bukan copas dari tulisan orang.

Dalam dunia petualangan juga begitu. Saya tidak membatasi masalah destinasi. Kadang, petualangan dengan jarak destinasi yang dekat justru lebih indah dituliskan. Itu semua tergantung darimana kita memandang.

Mengenai tema ini (olahraga dan petualangan), idealnya kita bisa menggabungkan keduanya. Misalnya, berpetualang mengelilingi Monas dengan sepatu roda, hehe.. Untuk pertanyaan dan lain-lain, bisa anda tanyakan di kolom komentar.

Terima kasih dan Salam

The Old and The New Photos

$
0
0
Saya lagi ikut GA-nya Bunda Yati nih. Suka sekali dengan temanya, sederhana namun memikat. The Old and The New Photos. Syukurlah, pas Bunda mengadakan Giveaway, pas foto lawas saya baru ditemukan, hehe.

Kabarnya, dulu waktu Indonesia masih diduduki oleh Jepang, di sekolah-sekolah ada mata pelajaran yang mengajarkan tentang semangat. Nah, berhubung saya lahir dan tumbuh besar di masa kemerdekaan, generasi saya tidak mengenal mata pelajaran itu.

Tapi saya mengenal Bunda Yati, dan itu lebih dari sekedar mata pelajaran semangat. Mengenal Bunda, membaca tulisan-tulisannya, membuat saya selalu bersemangat untuk berkarya dan terus berkarya, hingga ujung senja.

Ketika Saya Masih Duduk di Bangku TK

Bangun Tidur dan Belum Mandi :)

Bunda Yati, terima kasih atas semangat dan inspirasinya. Salam hangat untuk Bunda dan orang-orang terkasih di sekitar Bunda..

Happy Ultah Blog MISCELLANEOUS

Foto dan tulisan diikut-sertakan pada GiveAway - Pertamaku untuk Ultah Blog MISCELLANEOUS
Viewing all 205 articles
Browse latest View live